Senin, 04 Januari 2010

poligami dan problematikanya

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang
Belakangan ini poligami menjadi perbincangan yang cukup panas di kalangan masyarakat. Kita ketahui bahwa banyak orang menganggap poligami adalah sebuah perbuatan yang positif karena hal-hal tertentu, juga banyak yang beranggapan poligami adalah perbuatan yang negatif karena hal-hal tertentu pula. Oleh karena itu pentingnya pengkajian tentang anggapan-anggapan itu. Penulis mengangkat kasus yang berjudul “Poligami dan problematikanya” selain dirasa penting, penulisan makalah ini didasarkan atas tugas dari dosen yang mengampu program mata kuliah Sosiologi Hukum.
1.2.    Rumusan Masalah
1. apa pengertian poligami.
2. bagaimana tanggapan masyarakat tentang poligami.
3. apa saja sisi negative dan positif dari berpoligami
4.apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang yang berpoligami
1.3.    Tujuan
1. mengetahui pengertian poligami
2. mengetahui tanggapan masyarakat tentang poligami
3. mengetahui sisi negatif dan sisi positif berpoligami
4.mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dalam berpoligami.
1.4.    Manfaat penulisan
Memperkaya khazanah keilmuan tentang poligami
Pemenutan beban tugas uas mata kuliah Sosiologi hukum
1.5.    Metode
Metode penulisan berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis kepada beberapa orang yang tercantum di bawah ini:
Nama            : Khusnul Wafiq
Status Pendidikan        : Alumni MA Mojogeneng  Mojokerto
Media wawancara        : lisan (telephon)
Lokasi            : Sumbersari dan Mojogeneng-Mojokerto
Nama            : Umi Takhamulil fadlilah
Status    : Mahasiswa semester 3 PAI UIN Maliki
Malang
Media Wawancara    : lisan face to face
Lokasi            : SC lt.1
Nama            : Adi Wibowo
Status            : Mahasiswa semester 7 PAI UIN maliki
malang
Media Wawancara    : lisan face to face
Lokasi            : SC lt.1
BAB II
PEMBAHASAN
Paparan Data dan analisis tentang poligami dan problematikanya

POLIGAMI DAN PROBLEMATIKANYA
Kata poligami, secara umum berarti perkawinan yang banyak atau lebih dari seorang. Demikian yang telah diutarakan oleh Khusnul Wafiq kakak kelas penulis di MA mojogeneng Mojokerto yang sekarang sedang menjalani kegiatan sebagai guru les bahasa Ingris, demikian pula halnya yang disampaikan oleh Umi Takhamulil Fadlilah mahasiswa semester 3 jurusan PAI (Pendidikan Agama Islam). Berbeda dengan yang disampaikan oleh Adi Wibowo mahasiswa semester 7 yang juga anak PAI, dia mengatakan bahwa poligami adalah sistem perkawinan bahwa seorang laki-laki mempunyai lebih seorang isteri dalam waktu yang bersamaan, atau seorang perempuan mempunyai suami lebih dari seorang dalam waktu yang bersama pada dasarnya disebut poligami.
Sebagaimana yang dikutip oleh penulis, bahwa para ahli membedakan istilah bagi seorang laki-laki yang mempunyai lebih dari seorang isteri dengan istilah poligini yang berasal dari kata polus berarti banyak dan gune berarti perempuan. Sedangkan bagi seorang perempuan yang mempunyai lebih dari seorang suami disebut poliandri yang berasal dari kata polus yang berarti banyak dan kata Andros yang berarti laki-laki. Namun dalam makalah ini akan dibahas tentang poligini, yang menurut masyarakat umum adalah poligami.
Islam membolehkan poligami dengan jumlah wanita yang terbatas dan tidak mengharuskan umatnya melaksanakan monogamy mutlak dengan pengertian seorang laki-laki hanya boleh beristeri seorang wanita dalam keadaan dan situasi apapun dan tidak pandang bulu apakah laki-laki itu kaya atau miskin, hiposeks atau hiperseks, adil atau tidak adil secara lahiriyah. Islam pada dasarnya menganut system monogami dengan memberikan kelonggaran dengan poligami terbatas. Pada [rinsipnya, seeorang laki-laki hanya memiliki seorang isteri dan sebaliknya seorang isteri hanya memiliki seorang suami. Tetapi islam tidak menutup diri adanya kecenderungan laki-laki beristeri lebih dari seorang. Islam tidak menutup rapat kemungkinan adanya laki-laki tertentu berpoligami, tetapi tidak semua laki-laki harus berbuatt demikian karena tidak semuanya mempunyai kemampuan untuk berpoligami.
Dari wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada tiga subyek wawancara yaitu saudara Khusnul Wafiq, Adi Wibiwo dan Saudari Umi Takhamulil Fadlilah. Dalam wawancara tersebut dari tiga subyek masing-msing berbeda pendapat walaupun ada beberapa kesamaan penyampaian dan titik temu. “ Poligami seharusnya tidak ada, karna akan membawa kekecewaan dan akan menjadikan keluarga tidak harmonis” begitu ungkapan dari Saudari Umi Takhamulil Fadlilah yang akrab dipanggil Dillah itu, namun dari statemen dia secara keberatan dia mengatakan bahwa dalam poligami itu ada secuil kebaikan, namun dilihat dalam era sekarang ini memang seharusya poligami tidak dijalankan, Dillah melihat begitu banyak keluarga kurang harmonis bahkan pecah karna adanya poligami. Secara umum pemaparan poligami oleh Dillah tersebut ditekankan kepada subjek poligami yaitu laki-laki yang melakukan poligami. Dia juga mengatakan “kalaupun aku akan dipoligami aku tidak akan mau, sekalipun itu terjadi dalam hati aku akan bener-benar merasa keberatan” begitu tuturnya.
Berbeda dengan apa yang diutarakan oleh Adi Wibowo yang akrab dipanggil Owob (kebalikan kata Bowo), dia sepenuhnya mendukung poligami, Selain itu di dunia ini ada beberapa Negara   yang jumlah kaum wanita lebih banyak daripada jumlah kaum pria. Beberapa Negara yang jumlah perempuannya lebih banyak daripada laki-laki membilehkan [poligami, karena tidan melihat jalan pemecahan yang lebih baik dari pada itu. Kesanggupan laki-laki untuk berketentuan lebih besar daripada perempuan, sebab laki-laki telah memiliki kerja seksual sejak masa baligh. Walaupun begitu tidak secara langsung seseorang bisa melakukan poligami begitu saja namu harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang dan syarat-syarat yang diajukan dalam poligami, misalnya: seorang yang mau berpoligami haruslah dapat memenuhi kebutuhan masing-masing isteri-isteri dan anak-anaknya yang menyangkut masalah-masalah lahiriah seperti pembagian waktu dan nafkah dan hal-hal yang menyangkut kebutuhan lahir lainnya dan kebutuhan batin, (walaupun secara hakiki manusia tidak akan dapat berbuat adil) dan ketika akan melakukan poligami hal tersebut dilakukan dengan persetujuan isteri. Namun dalam prakteknya, poligami yang dilakukan oleh kebanyakan masyarakat di Indonesia ini terbilang tidak benar-benar memperhatikan syarat-syarat dari poligami tersebut, hingga pada akhirnya orang yang berpoligami kehidupan keluarganya tidak harmonis dan lain sebagainya. Adi Wibiwo juga mengatakan “ secara pribadipun saya merasa belum bisa melakukan poligami dengan syarat-syarat yang ada, oleh karna itu saya mengatakan poligami bagi diri saya makruh hukumnya bahkan bisa dihukumi haram. Berbeda lagi nanti kalau saya sudah memenuhi syarat-syarat berpoligami, maka hukumnya bagi saya juga berbeda” begitu tuturnya.
Sedangkan tanggapan dari Khusnul wafiq tentang adanya poligami dalam islam, dia mengatakan setuju adanya, sama dengan pendapat Adi Wibowo, yang mengatakan kesetujuan itu didasari dengan adanya syarat-syarat yang dipenuhi, seperti, orang yang melakukan poligami benar-benar menimbang apa yang akan dia perbuat, serta tidak mengabaikan hak-hak dan kewwajiban-kewajiban dalam berpoligami. Wafiq juga menyinggung tentang perbedaan laki-laki dan perempuan dalam berpoligami. Dalam islam laki-laki diperbolehkan berpoligami, namun perempuan tidak. Dia menuturkan perbedaan itu karna secara biologis jika perempuan menikah lebih dari satu laki-laki maka status anaknya atau nasabnya akan tidak jelas, berbeda dengan laki-laki. Namun dalam pemaparannya secara pribadi dia mengatakan seumpama kebolehan poligami itu tidak ada dalam Al-Qur’an, niscaya dia tidak setuju dengan adanya poligami, ibaratkan saja seumpama orang yang melakukan poligami berada dalam posisi sebagai objek poligami (orang pertama ataupun orang kedua dan seterusnya) pasti dia akan merasakan betapa tidak bisanya menerima hal itu. Oleh karena itu, sebaiknya tidak melakukan poligami setidaknya kalaupun dalam suatu keluarga ada pertikaian hendaknya jika ingin nikah lagi, harus menceraikan isterinya dulu, jika tidak ada masalah pernikahan kedua tidak usah dijalankan. Demikian yang dikatakan Khusnul Wafiq.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Poligami adalah sistem perkawinan bahwa seorang laki-laki mempunyai lebih seorang isteri dalam waktu yang bersamaan, atau seorang perempuan mempunyai suami lebih dari seorang dalam waktu yang bersama pada dasarnya disebut poligami. Istilah bagi seorang laki-laki yang mempunyai lebih dari seorang isteri dengan istilah poligini yang berasal dari kata polus berarti banyak dan gune berarti perempuan. Sedangkan bagi seorang perempuan yang mempunyai lebih dari seorang suami disebut poliandri yang berasal dari kata polus yang berarti banyak dan kata Andros yang berarti laki-laki. Yang dimaksud poligini itu, menurut masyarakat umum adalah poligami.
Dalam kehidupan berpoligai ada beberapa masyarakat yang setuji dan tidak setuju. Hal itu berdasarkan perlakuan orang yang berpoligami kepada objek poligami(isteri-isteri), yang didalamnya ada beberapa hal yang dianggap negatif.
Jalan negatifnya tidaklah dengan jalan melarang apa yang dihalalkan oleh Allah, melainkan dengan jalan memberikan pelajaran pendidikan dan pemahaman yang benar kepada masyarakat tentang ajaran islam, khususnya poligami.
3.2. Saran
Dari beberapa subjek wawancara beserta saya pribadi menyarankan kepada para pelaku poligami, hendaknya memikir jauh-jauh ketika akan melakukan poligami, karena hal tersebut akan bisa membawa kehidupan keluarga dalam permasalahan dan kekurang harmonisan, kecuali kalau memang benar-bebar siap dan telah memenuhi syarat berpoligami.
Dan kepada para pembaca, kami akui makalah ini jauh dari sempurna baik secara redaksi, sistematika maupun substansinya. Oleh karena itu, kami sangat berharap kritik dan saran para pembaca demi kesempurnaan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Tihami dan Sahrani,Sohari, 2009, Fikih Munakahah, Jakarta:Rajawali pers.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengunjung yang baik selalu meninggalkan jejak. Kami tunggu kritik saran dan komentar anda!!!

contoh SURAT GUGATAN PERCERAIAN

SURAT GUGATAN PERCERAIAN Kepada Yth: Bapak/Ibu Ketua Pengadilan Negeri/Agama [...................] Di Tempat Dengan hormat ...