Kamis, 07 Januari 2010

sehat dengan air putih

1. minum air ketika bangun tidur, menggantikan cairan yang hilang saat tidur

2. minur air saat haus

3. minum air saat akan menjalnkan olahraga, sebagai cadangan hilangnya cairan tubuh saat olahraga

4. minum air sebelum makan, melemaskan kerongkongan dan alat pencernaan lain

5. minum air tiap 2.5 jam tiap hari

Rabu, 06 Januari 2010

hukum perburuhan

Pemutusan hubungan kerja secara teoritis dapat terbagi dalam 4 (empat) macam, yaitu, 1.pemutusan hubungan kerja demi hukum,


2.karena buruh itu sendiri,


3.berdasarkan majikan atau pengusaha (dalam hal ini dapat berupa perorangan maupun secara


massal atau pengurangan buruh) dan


4.oleh pengadilan.




Adapun tata cara pemutusan hubungan kerja yang terjadi adalah melalui proses Bipartit, yaitu pemutusan hubungan kerja antara buruh dengan pengusaha secara musyawarah. Proses dan tata cara pemutusan hubungan kerja ini telah sesuai dengan ketentuan dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan




a.Penyelesaian Sengketa Buruh Melalui Komisi Nasional Hak Azasi Manusia



b.Penyelesaian Sengketa Buruh Di Luar Pengadilan


1. Penyelesaian Melalui Bipartie


Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-undang No.2 Tahun 2004 memberi jalan


penyelesaian sengketa Buruh dan Tenaga Kerja berdasarkan musyawarah mufakat


dengan mengadakan azas kekeluargaan antara buruh dan majikan.


2. Penyelesaian Melalui Mediasi


Pemerintah dapat mengangkat seorang Mediator yang bertugas melakukan


Mediasi atau Juru Damai yang dapat menjadi penengah dalam menyelesaikan sengketa


antara Buruh dan Majikan. Seorang Mediator yang diangkat tersebut mempunyai syarat-


syarat sebagaimana dituangkan dalam Pasal 9 Undang-undang No.2 Tahun 2004 dan


minimal berpendidikan S-1. Dalam waktu 7 (tujuh) hari setiap menerima pengaduan si


Buruh, Mediator telah mengadakan duduk perkara sengketa yang akan diadakan dalam


pertemuan Mediasi antara para pihak tersebut.


3. Penyelesaian Melalui Konsiliasi


Penyelesaian melalui Konsiliator yaitu pejabat Konsiliasi yang diangkat dan


diberhentikan oleh Menteri Tenaga Kerja berdasarkan saran organisasi serikat pekerja


atau Serikat Buruh. Segala persyaratan menjadi pejabat Konsiliator tersebut didalam


pasal 19 Undang-Undang No.2 Tahun 2004. Dimana tugas terpenting dari Kosiliator


adalah memangil para saksi atau para pihak terkait dalam tempo selambat-lambatnya 7


(tujuh) hari sejak menerima penyelesaian Konsiliator tersebut.


4. Penyelesaian Melalui Arbitrase


Undang-undang dapat menyelesaikan perselisihan melalui arbitrase meliputi


perselisihan kepentingan dan perselisihan antar Serikat Pekerja dan Majikan didalam


suatu perusahaan.



5.Penyelesaian Perselisihan Melalui Pengadilan


Sebelum keluarnya Undang-undang Hubungan Industrial penyelesaian sengketa


perburuhan diatur didalam Undang-undang No.22 tahun 1957 melalui peradilan P4D dan


P4P.


e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara


Untuk mengantisipasi penyelesaian dan penyaluran sengketa Buruh dan Tenaga


Kerja sejalan dengan tuntutan kemajuan zaman dibuat dan di undangkan Undang-undang


No.2 Tahun 2004 sebagai wadah peradilan Hubungan Industrial disamping peradilan


umum.




Sumber hukum perburuhan di Indonesia ini dimaksudkan segala sesuatu dimana kita dapat menemukan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan mengenai soal-soal perburuhan di Indonesia.


Sumber hukum perburuhan yang dimaksudkan ini adalah sumber hukum dalam arti kata formil. Sumber hukum perburuhan dalam arti kata materil dengan sendirinya adalah pancasila.



1. Undang-undang


2. Peraturan lain


3. Kebiasaan


4. Putusan pengadilan


5. Perjanjian


Perjanjian kerja pada umumnya hanya berlaku pada buruh dan majikan yang menyelenggarakannya. Orang lain tidak terikat. Walaupun demikian, dari pelbagai perjanjian kerja ini dapat diketahui apakah yang hidup pada pihak-pihak yang berkepentingan.







Hakim harus dapat mengolah dan


memproses data-data yang diperoleh selama proses persidangan dalam hal ini


bukti-bukti, keterangan saksi, pembelaan terdakwa, serta tuntutan jaksa maupun


muatan psikologis. Sehingga keputusan yang akan dijatuhkan kepada terdakwa


dapat didasari oleh rasa tanggung jawab, keadilan, kebijaksanaan, profesionalisme


dan bersifat obyektif.


Selasa, 05 Januari 2010

peradilan islam


Peradilan Islam Pada Periode Abu Bakar RA



Saidina Abu Bakar al-Shiddîq RA, adalah pengganti Rasulullah SAW dalam hal duniawi (pemerintahan) dan dalam hal ukhrawi (spiritual) yang hanya terbatas pada pemimpin agama, seperti imam solat, mufti, dan lain-lain yang bukan sebagai rasul yang mendapatkan wahyu.


Pada zaman Rasulullah SAW, hakim dijabat oleh Rasulullah SAW sendiri. Bagi daerah yang jauh, beliau serahkan kursi hakim kepada para sahabat. Misalnya, Ali bin Abi Thalib pernah ditugaskan menjadi hakim di Yaman. Begitu juga dengan sahabat Mu’âdz bin Jabal untuk menjadi gubenur dan hakim di Yaman.

Sumber hukum yang dipakai Rasulullah SAW adalah Alquran dan wahyu kerasulan. Selanjutnya, Rasulullah SAW mengizinkan para sahabat memutuskan perkara sesuai dengan ketetapan Allah, Sunnah Rasul, ijtihad atau qiyas. Ini dibuktikan dengan hadis Mu’âdz bin Jabal tatkala beliau diangkat menjadi gubenur dan hakim di Yaman:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ بَعَثَهُ إِلَى الْيَمَنِ فَقَالَ كَيْفَ تَصْنَعُ إِنْ عَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ قَالَ أَقْضِي بِمَا فِي كِتَابِ اللَّهِ قَالَ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي كِتَابِ اللَّهِ قَالَ فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَجْتَهِدُ رَأْيِي لَا آلُو قَالَ فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدْرِي ثُمَّ قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَا يُرْضِي رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ[4]

(Sesungguhnya Rasulullah SAW pada saat mengutusnya (Mu’âdz bin Jabal) ke Yaman, Rasul berkata padanya: “Bagaimana kamu melakukan ketika kamu hendak memutus perkara?” Mu’âdz pun menjawab: “Aku memutus dengan apa yang terdapat di dalam kitab Allah”. Lalu Rasul bertanya: “Kalau tidak terdapat di dalam kitab Allah?” Mu’âdz menjawab: “Maka dengan memakai sunnah Rasulullah SAW”. Lalu Rasul bertanya: “Seumpama tidak ada di sunnah Rasulullah?” Mu’âdz menjawab: “Aku berijtihad sesuai dengan pemikiranku bukan dengan nafsuku”. Lalu Rasulullah SAW menepuk dada Mu’âdz, dan Rasul bersabda “Segala puji bagi Allah yang telah mencocokkan kerasulan Rasullullah pada apa yang diridai Allah terhadap Rasulullah”.)

Pada saat Abu Bakar RA menggantikan Rasulullah SAW, beliau tidak merubah sistem peradilan yang berlaku pada zaman Rasulullah SAW. Ini dikarenakan beliau sibuk menegakkan hukum Islam dengan memerangi kemurtadan, orang-orang muslim yang enggan membayar zakat, dan lain-lain perkara yang berhubungan dengan politik dan hukum.


Malahan, pada periode ini peradilan dikuasai oleh khalifah sendiri, dan kadang-kadang khalifah memberi kuasa kepada orang lain untuk menjadi hakim seperti yang dilakukan Rasulullah SAW. Perkara ini berlaku sampai pada awal kekhalifahan Umar bin al-Khattab. Jadi, pada periode ini, belum ada pemisahan antara tiga jenis kekuasaan; yaitu eksekutif, yudikatif, dan legislatif, sebaliknya khalifah memegang kekuasaan yudikatif.


Doktor Athiyyah Mushthofâ Musyrafah menukil dari Syaikh Muhammad Bakhît al-Muthî’î di dalam kitabnya yang berjudul; Hakîkat al-`Islâmi wa `Ushûl al-Hukm:

"... وفي خلافة أبي بكر تولى عمر بن الخطاب القضاء فكان أول قاض في الإسلام للخليفة"

(... dan pada kekhalifahan Abu Bakar, beliau (Abu Bakar) menganggkat Umar bin al-Khatthâb sebagai hakim, maka adanya Umar adalah awal-awalnya hakim di dalam Islam bagi khalifah)


Menurut Doktor Athiyyah, pendapat al-Muthî’î ini tidak dapat dibenarkan. Ini dikarenakan Umar adalah khalifah yang paling awal menentukan para hakim yang dikhususkan untuk menjadi hakim bagi pertikaian yang terjadi di antara manusia. Sedangkan Abu Bakar RA hanya mewakilkannya kepada Umar bin al-Khattab kadang-kadang untuk melihat kasus-kasus agar dicarikan inti pertikaiannya. Hanya saja, kekuasaan yudisial ini tidak dimiliki Umar secara khusus, Umar juga tidak disebut hakim pada zaman Khalifah Abu Bakar RA. Umar juga tidak hanya bertugas sebagai hakim kadang-kadang, malahan Umar mendapatkan tugas menjadi imam dan lainnya.[

Pada saat Umar menjabat sebagai hakim selama lebih kurang dua tahun, tidak ada seorangpun yang datang berperkara. Ini dikarenakan sahabat yang berperkara mengerti bahwa Umar adalah orang yang sangat tegas, dan pada saat itu orang-orang masih bersifat wara’, baik, serta bertoleransi sehingga berusaha untuk menolak terjadinya pertikaian dan pendendaman.

Abu Bakar RA membagi Jazirah Arab menjadi beberapa wilayah. Beliau melantik pada setiap wilayah tersebut seorang pemimpin (amîr) yang ada sebelumnya. Amîr ini memimpin solat, menjadi hakim bagi perkara yang diangkat padanya, begitu juga melaksanakan hudûd. Dikarenakan ini, Abu Bakar RA memberi setiap amîr tersebut ketiga-ketiga kekuasaan pemerintahan (eksekutif, yudikatif, dan legislatif).

Cara Abu Bakar menghukumi sesuatu permasalahan adalah seperti apa yang dilakukan Rasulullah SAW sebelumnya. Setiap masalah selalu dirujuk pada Alquran dulu. Apabila tidak ada barulah beliau merujuk pada sunnah Nabi Muhammad SAW, atau keputusan yang pernah diambil Rasulullah SAW. Jika sunnah tidak ada, beliau bertanya kepada sahabat lain apakah ada yang tahu sunnah yang berkaitan dengan masalah ini. Seumpama ditemukan, maka beliau mengambilnya setelah mencari kebenaran tersebut. Seumpama tidak ditemukan hukum untuk masalah ini di dalam Alquran dan sunnah, beliau berijtihad secara bersama-sama dengan sahabat lain (`ijtihâd jamâ’î) kalau memang masalah tersebut berhubungan langsung dengan hukum masyarakat. Beliau akan berijtihad secara sendiri (`ijtihâd fardî) bagi masalah-masalah yang berhubungan dengan perseorangan.

Walaupun Rasulullah SAW menetapkan kebolehan melakukan ijtihad dengan pemikiran rasional seseorang dan qiyas, Khalifah Abu Bakar RA enggan memakainya kecuali sedikit saja. Ini dikarenakan beliau takut terjadi kesalahan di dalam hukum, sehingga beliau tidak menggalakkan seseorang untuk memberi fatwa kepada orang lain yang berasal dari ketidak-tahuan. Beliau malah pernah berkata ketika berfatwa dengan memakai pemikirannya dan qiyas: “Ini adalah pendapatku, apabila ia adalah benar, maka ia adalah dari Allah, apabila ia adalah salah, maka ia datang dariku. Aku memohon ampun kepada Allah”.


Peradilan Islam pada periode Khalifah Umar RA



Setelah wafatnya Abu Bakar RA, kekhalifahan dipegang Saidina Umar bin al-Khattab RA. Pada saat ini, daerah Islam semakin luas. Tugas-tugas pemerintahan dalam bidang politik, sosial, dan ekonomi semakin rumit. Khalifah Umar RA juga mulai sibuk dengan peperangan yang berlaku antara negara Islam dengan Parsi dan Romawi. Dengan semua kesibukan ini, Umar tidak sempat untuk menyelesaikan semua masalah peradilan. Maka dari itu, beliau memutuskan untuk mengangkat hakim yang berada di luar kekuasaan eksekutif. Ini adalah pertama kali pemisahan antara kekuasaan eksekutif dan yudikatif terjadi.


Umar mengangkat Abu Dardâ’ untuk menjadi hakim di Madinah. Syuraih di Bashrah, sedangkan Abu Musa al-Asy’ari di Kufah, Utsman Ibn Qais Ibn Abi al-‘Âsh di Mesir, sedangkan untuk Syam pula diberi hakim tersendiri. Akan tetapi menurut kitab Târîkh al-`Islâm al-Siyâsî, Abu Musa menjadi hakim di masa Umar hanya untuk Bashrah saja, sedang Pengadilan di Kufah diserahkan kepada Syuraih. Di masa Utsman barulah Abu Musa menjadi hakim di Kufah.

Dalam pemisahan yang dilakukan Umar RA adalah pemisahan yang sesungguhnya, sehingga kekuasaan eksekutif benar-benar dapat diadili oleh kekuasaan yudikatif. Ini dibuktikan dengan sebuah riwayat bahwa; suatu ketika Umar RA mengambil seekor kuda untuk ditawar. Maka beliau menunggangnya untuk mencobanya. Lalu kuda tersebut rusak. Lelaki itupun bertikaian dengan Umar. Umar RA berkata: “Ambillah kudamu!”. Lelaki yang memiliki kuda pun menjawab: “Aku tidak mau menggambilnya, kuda itu sudah rusak!”. Umar pula berkata: “Kamu harus mencari orang tengah pada apa yang berlaku antara aku dan kamu”. Lelaki itu berkata: “Aku rida dengan Syuraih dari Irak”. Pada saat dibawa pada Syuraih, Syuraih berkata: “Kamu mengambilnya dalam keadaaan sehat dan selamat, maka kamulah yang menggantinya sampai kamu memulangnya dalam keadaan sehat dan selamat”. Lalu Umar berkata: “Aku sungguh kagum dengannya, maka aku pun mengutusnya menjadi hakim”. Lalu Umar berkata pada Syuraih: “Apabila telah jelas bagimu sesuatu melalui Alquran, maka jangan kamu pertanyakan lagi. Seumpama tidak jelas apa yang ada di Alquran, maka carilah sunnah. Seumpama kamu tidak menemuiya di sunnah, berijtihadlah memakai rasio kamu!”.


Menurut Doktor Athiyyah, peradilan pada masa Khalifah Umar RA adalah sesuatu yang mudah, luas, serta bebas dari administrasi yang banyak seperti yang dapat disaksikan sekarang ini. Hakim pada masa itu tidak memerlukan panitera, juga sekretaris. Pada masa itu juga tidak diperlukan untuk mengkodifikasi hukum-hukum peradilan, karena semua hukum keluar di balik hati seorang hakim.[17] Hukum acara juga tidak diperlukan. Ini karena peradilan masih berada pada awal-awalnya dilahirkan. Belum ada pemikiran untuk ke situ. Selain dari itu, hakim juga adalah sebagai pelaksana hukum, dalam arti mereka juga adalah sebagai juru sita, bukan hanya pemutus hukum.

Sumber hukum yang dipakai Umar RA adalah sama seperti Abu Bakar RA. Beliau memakai Alquran, lalu sunnah Nabi. Sempama tidak ada, beliau melihat apakah Abu Bakar RA pernah memutuskan hal serupa. Seumpama tidak ada barulah memanggil para tokoh untuk dimusyawarahkan. Kalau ada kesepakatan, barulah diputuskan.


Khalifah Umar RA juga pernah memiliki dustûr al-qudlât, yaitu sebuah pedoman bagi hakim agung dalam menjalankan peradilan serta dasar-dasar pokok. Dustûr ini dikenal dengan nama risâlat al-qadlâ’. Isi dari dustûr ini adalah seperti yang dicatat oleh Imam al-Mâwardî di dalam kitabnya yang berjudul al-Ahkâm al-Sulthâniyyah wa al-Wilâyât al-Dîniyyah:

وَقَدْ اسْتَوْفَى عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رضي الله عنه فِي عَهْدِهِ إلَى أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ شُرُوطَ الْقَضَاءِ وَبَيَّنَ أَحْكَامَ التَّقْلِيدِ فَقَالَ فِيهِ : أَمَّا بَعْدُ , فَإِنَّ الْقَضَاءَ فَرِيضَةٌ مُحْكَمَةٌ وَسُنَّةٌ مُتَّبَعَةٌ , فَافْهَمْ إذَا أُدْلِيَ إلَيْكَ , فَإِنَّهُ لَا يَنْفَعُ تَكَلُّمٌ بِحَقٍّ لَا نَفَاذَ لَهُ , وَآسِ بَيْنَ النَّاسِ فِي وَجْهِكَ وَعَدْلِكَ وَمَجْلِسِكَ حَتَّى لَا يَطْمَعَ شَرِيفٌ فِي حَيْفِكَ وَلَا يَيْأَسَ ضَعِيفٌ مِنْ عَدْلِكَ . الْبَيِّنَةُ عَلَى مَنْ ادَّعَى وَالْيَمِينُ عَلَى مَنْ أَنْكَرَ ; وَالصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إلَّا صُلْحًا أَحَلَّ حَرَامًا أَوْ حَرَّمَ حَلَالًا ; وَلَا يَمْنَعُكَ قَضَاءٌ قَضَيْتَهُ أَمْسِ فَرَاجَعْتَ الْيَوْمَ فِيهِ عَقْلَكَ وَهُدِيتَ فِيهِ لِرُشْدِكَ أَنْ تَرْجِعَ إلَى الْحَقِّ فَإِنَّ الْحَقَّ قَدِيمٌ , وَمُرَاجَعَةُ الْحَقِّ خَيْرٌ مِنْ التَّمَادِي فِي الْبَاطِلِ ; الْفَهْمَ الْفَهْمَ فِيمَا تَلَجْلَجَ فِي صَدْرِكَ مِمَّا لَيْسَ فِي كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى وَلَا سُنَّةِ نَبِيِّهِ , ثُمَّ اعْرِفْ الْأَمْثَالَ وَالْأَشْبَاهَ ; وَقِسْ الْأُمُورَ بِنَظَائِرِهَا , وَاجْعَلْ لِمَنْ ادَّعَى حَقًّا غَائِبًا أَوْ بَيِّنَةً أَمَدًا يَنْتَهِي إلَيْهِ , فَمَنْ أَحْضَرَ بَيِّنَةً أَخَذْتَ لَهُ بِحَقِّهِ وَإِلَّا اسْتَحْلَلْتَ الْقَضِيَّةَ عَلَيْهِ , فَإِنَّ ذَلِكَ أَنْفَى لِلشَّكِّ وَأَجْلَى لِلْعَمَى ; وَالْمُسْلِمُونَ عُدُولٌ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ إلَّا مَجْلُودًا فِي حَدٍّ أَوْ مُجَرَّبًا عَلَيْهِ شَهَادَةُ زُورٍ أَوْ ظِنِّينًا فِي وَلَاءٍ أَوْ نَسَبٍ , فَإِنَّ اللَّهَ عَفَا عَنْ الْأَيْمَانِ وَدَرَأَ بِالْبَيِّنَاتِ . وَإِيَّاكَ وَالْقَلَقَ وَالضَّجَرَ وَالتَّأَفُّفَ بِالْخُصُومِ فَإِنَّ الْحَقَّ فِي مَوَاطِنِ الْحَقِّ يُعَظِّمُ اللَّهُ بِهِ الْأَجْرَ وَيُحْسِنُ بِهِ الذِّكْرَ , وَالسَّلَام

Dikarenakan peradilan adalah sebagian dari kewenangan umum, maka yang memiliki kekuasaan ini (kepala negara) yang dapat menentukan wewenang hakim dalam wilayah tertentu, dan tidak pada lainnya. Oleh karena itu, Umar bin al-Khattab pada saat beliau menentukan seseorang untuk menjadi hakim, beliau membatasi wilayah wewenang mereka hanya pada hal-hal pertikaian perdata saja. Sedangkan permasalahan pidana dan yang berhubungan dengannya seperti qishâsh, atau hudûd itu tetap dipegang pemimpin negara, yaitu khalifah sendiri atau penguasa daerah.

Peradilan Islam pada periode Khalifah Utsman RA


Setelah Khalifah Umar bin al-Khattab RA meninggal dengan dibunuh, maka kursi kekhalifahan dipegang oleh Saidina Utsman bin Affan RA dengan dilantik oleh rakyat. Khalifah Utsman adalah orang yang mengkodifikasi Alquran setelah pengumpulan yang dilakukan Abu Bakar RA atas usulan Umar RA.

Sistem pengadilan pada zaman beliau adalah sama seperti yang telah diatur Umar RA, karena beliau tinggal meneruskan saja sistem Umar RA yang sudah tertata rapi.

Salah satu perubahan penting bagi pengadilan Islam pada zaman Khalifah Utsman bin Affan RA adalah dibangunnya bangunan khusus yang digunakan untuk peradilan negara Islam. Sebelum Khalifah Utsman RA, masjid adalah tempat untuk berperkara.

Utsman juga mengirim pesan-pesan kepada para pemimpin di daerah lain, petugas menarik pajak, dan masyarakat muslim secara umum untuk menegakkan kelakuan baik dan mencegah dari kemungkaran. Beliau memesan kepada petugas menarik pajak untuk menarik pajak dengan adil dan jujur. Beliau memberi nasihat khusus kepada petugas pajak dengan kata-kata berikut ini:


أما بعد, فإن الله خلق الخلق بالحق فلا يقبل إلا الحق خذوا الحق وأعطوا الحق والأمانة الأمانة قوموا عليها ولا تكونوا أول من يسلبها فتكونوا شركاء من بعدكم الوفاء الوفاء لا تظلموا اليتيم ولا المعاهد فإن الله خصم لمن ظلمهم [25]

Dalam memberi hukum, Utsman memakai Alquran, sunnah, lalu pendapat khalifah sebelumnya. Kalau tidak ditemukan, beliau akan bermusyawarah dengan para sahabat.

D. Peradilan Islam pada periode Khalifah Ali bin Abi Thalib RA

Setelah meninggalnya Utsman RA, Saidina Ali bin Abi Thalib RA menjabat sebagai khalifah. Beliau tidak melakukan perubahan di dalam peradilan. Beliau juga berpegang pada Alquran, sunnah, lalu merujuk pada khalifah sebelumnya. Seumpama tidak ditemui, baru beliau bermusyawarah dengan sahabat yang lain berdasarkan pada ayat: {وشاورهم في الأمر}

Sesuai dengan khalifah sebelumnya, Khalifah Ali bin Abi Thalib RA juga membayar gaji para hakim dengan memakai uang yang ada di Bait al-Mâl.

Selain dari itu, dalam usaha Khalifah Ali RA meningkatkan kualitas peradilan Islam, beliau memberi insruksi kepada Gubenur Mesir dalam penentuan orang-orang yang akan diangkat menjadi hakim. Di dalam instruksi itu, ditekankan agar penguasa memilih orang-orang yang akan menjadi hakim dari orang-orang yang dipandang utama oleh penguasa sendiri, jangan dari orang-orang yang berpenghidupan sempit, jangan dari orang-orang yang tidak mempunyai wibawa dan jangan pula dari orang-orang yang loba kepada harta dunia, di samping mempunyai ilmu yang luas, otak yang cerdas, daya kerja yang sempurna.

Khalifah Ali bin Abi Thalib telah banyak memberi hukum atau fatwa yang dijadikan hukum oleh orang-orang setelahnya. Salah satu kemusykilan hukum yang diselesaikan Ali RA adalah apabila ada seorang istri yang mana suaminya meninggal dunia sebelum suami tersebut menjimak istrinya. Sedangkan suami tersebut belum menyerahkan mas kawin kepada istri tersebut. Maka Ali RA menghukumi bahwa tidak ada hak bagi istri tersebut mas kawin yang sepadan (مهر المثل), karena diqiyaskan pada wanita yang tertalak. Ini berdasarkan pada firman Allah SWT: “لَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا لَهُنَّ فَرِيضَةً

management zakat

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada zaman Rosulullah SAW., dikenal sebuah lembaga yang disebut baitul mal. Baitul mal ini memlilki tugas dan fungsi mengelola keuangan Negara. Sumber pemasukannya berasal dari dana zakat, infaq, kharaj (pajak bumi), jizyah (pajak yang dikenakan bagi non Muslim), ghonimah (harta rampasan perang), dll. Sedangkan penggunakannya untuk asnaf mustahik (yang berhak menerima) yang telah ditentukan, seperti untuk kepentingan dakwah, pendidikan, pertahanan, kesejahteraan sosial, pembuatam infrastruktur dan lain sebagainya.

Saat ini pengertian baitul mal tidak lagi seperti di zaman Rosulullah SAW. dan para sahabat. Akan tetapi, mengalami penyempitan, yaitu hanya sebagai lembaga yang menghimpun dan menyalurkan dana-dana zakat, infaq, shodaqoh dan wakaf; atau lebih dikenal sebagai organisasi pengelola zakat.

Pengertian

Baitul mal adalah pihak yang mengelola keuangan Negara, mulai dari mengidentifikasi, menghimpun, memungut, mengembangkan, memelihara, hingga menyalurkannya. Baitul mal juga diartikan sebagai institusi yang berwenang dalam mengatur keuangan Negara tersebut.1

Ada beberapa lembaga dari organisai Pengelola Zakat, dalam makalah ini akan dibahas tentang BAZ, yaitu organisasi pengelola Zakat yang dibentukoleh pemerintah

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Sejarah Organisasi Pengelola Zakat.

2. Apa pengertian Organisasi pengelola Zakat.

3. Apa pengertian Badan Amil Zakat.

4. Apa saja Stuktur, Tingkatan dan Fungsi Tingkatan BAZ

5. Apa saja Kaidah penyaluran zakat.

1.3. Tujuan

1. Mengetahui Bagaimana Sejarah Organisasi Pengelola Zakat.

2. Mengetahui Apa pengertian Organisasi pengelola Zakat.

3. Mengetahui Apa pengertian Badan Amil Zakat.

4. Mengetahui Apa saja Stuktur, Tingkatan dan Fungsi Tingkatan BAZ

5. Mengetahui Apa saja Kaidah penyaluran zakat.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Badab Amil Zakat (BAZ)2

Pada zaman Rosulullah SAW., dikenal sebuah lembaga yang disebut baitul mal. Baitul mal ini memlilki tugas dan fungsi mengelola keuangan Negara. Sumber pemasukannya berasal dari dana zakat, infaq, kharaj (pajak bumi), jizyah (pajak yang dikenakan bagi non Muslim), ghonimah (harta rampasan perang), dll. Sedangkan penggunakannya untuk asnaf mustahik (yang berhak menerima) yang telah ditentukan, seperti untuk kepentingan dakwah, pendidikan, pertahanan, kesejahteraan sosial, pembuatam infrastruktur dan lain sebagainya.

Saat ini pengertian baitul mal tidak lagi seperti di zaman Rosulullah SAW. dan para sahabat. Akan tetapi, mengalami penyempitan, yaitu hanya sebagai lembaga yang menghimpun dan menyalurkan dana-dana zakat, infaq, shodaqoh dan wakaf; atau lebih dikenal sebagai organisasi pengelola zakat.

Pengertian

Baitul mal adalah pihak yang mengelola keuangan Negara, mulai dari mengidentifikasi, menghimpun, memungut, mengembangkan, memelihara, hingga menyalurkannya. Baitul mal juga diartikan sebagai institusi yang berwenang dalam mengatur keuangan Negara tersebut.

2.2. Pengertian Organisasi pengelola Zakat

Organisasi pengelola zakat adalah institusi yang bergerak dibidang pengelolaan dana zakat, infaq dan shadaqah. Sedangkan definisi pengelolaan zakat menurut Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanakan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengewasan terhadap pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.3

Pengelolaan zakat sebagaimana tertuang dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang no.38 tahun 1999, didefinisikan sebagai kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhdap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Sedangkan zakat sendiri pada pasal 1 ayat (2) diartikan sebagai harta yang disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya. Organisasi pengelolaan zakat yang diakui pemerintah terdiri atas dua lembaga, yaitu Badan amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat. Namun dalam makalah ini akan dibahas tentang Badan Amil Zakat.

2.3. Badan Amil Zakat (BAZ)

2.3.1. Pengertian dan dasar hukum BAZ

Badan Amil Zakat (BAZ) adalah lembaga yang dibentuk pemerintah yang bertugas untuk mengelola zakat. BAZ bertugas untuk mengeluarkan Surat Bukti Setoran Zakat (BSZ) yang dapat digunakan untuk mengurangkan Penghasilan Kena Pajak (PKP)saat membayar pajak di kantor pelayanan pajak.

Dasar hukum berdirinya lembaga pengelolaan zakat di Indonesia adalah Undang-undang no.38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, keputusan Menteri Agama no.581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU No.38 tahun 1999, dan keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan urusan Haji no.D/291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Sedangkan dasar hokum lain yang memiliki kaitan erat dengan zakat adalah Undang-Undang n0.17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan. Undang-Undang inimenjelaskan bahwa zakat merupakan pengurangan penghasilan kena pajak(PKP).4

2.3.2. Stuktur, Tingkatan dan Fungsi Tingkatan BAZ

BAZ memiliki struktur dari pusat hingga kecamatan.BAZ di tingkat pusat disebut dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). BAZNAS berdiri berdasarkan surat keputusan presiden Republik Indonesia no. 8 ahun 2001 tanggal 17 Januari 2001. Sedangkan BAZ di tingkat Propinsi dikenal dengan Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Tk I/BAZDA Propinsi. Lembaga ini berdiri di setiap propinsi di seluruh Indonesia. Untuk mengoptimalkan kinerja BAZ, dibentuklah BAZ di tingkat kabupaten atau kotamadya yang disebut dengan BAZDA Tk.II/BAZDA Kabupaten atau kota. Biasanya kinerja BAZ hanya sampai kabupaten/kotamadya, jarang yang memiliki jaringan hingga kecamatan. Namun struktur BAZ dapat sampai ke kecamatan yang dinamakan BAZ Kecamatan.

Tingkatan Badan Amil Zakat (BAZ) sebagai berikut:5

  1. Nasional, dibentuk oleh Presiden atas usul Menteri Agama.

  2. Daerah Provinsi, dibentuk oleh Gubernur atas usul kepala kantor wilayah Departemen Agama Provinsi.

  3. Daerah Kabupaten atau Kota, dibentuk oleh Bupati atau Wali Kota atas usul kepala kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kota.

  4. Kecamatan, dibentuk oleh Camat atas usul kepala kantor urusan agama kecamatan.


Struktur oraganisasi BAZ terdiri dari tiga bagian, yaitu dewan pertimbangan, komisi pengawas dan badan pelaksana. Kepengurusan BAZ tersebut ditetapkan setelah melalaui tahapan sebagai berikut:



    1. Membentuk tim penyeleksi yang terdiri atas unsur ulama’, cendekia, tenaga professional, praktisi pengelola zakat,lembaga swadaya masyarakat terkait, dan pemerintah.

    2. Menyusun criteria calon pengurus.

    3. Mempublikasikan rencana pembentukan BAZ secara luas kepada masyarakat.

    4. melakuan penyeleksian tehadap calon pengurus, sesuai dengan keahliannya.

    5. calon pengurus terpilih kemudian diusulkan untuk ditetapkan secara resmi.




Beberapa criteria yang harus dipunyai oleh pengurus BAZ antara lain: memliki sifat amanah, mempunyai visi dan misi, berdedikasi, professional, berintegritas tinggi, mempunyai program kerja dan tentu saja paham fiqih zakat.

Fungsi dari masing-masing struktur di BAZ dapat diuraikan sebagai berikut:

  1. Dewan Pertimbangan berfungsi memberikan pertimbangan, fatwa, saran, dan rekomendasi tentang pengembangan hokum dan pemahaman mengenahi pengelolaan zakat.

  2. Komisi Pengawas memiliki fungsi pengawas/internal atas operasional kegiatan yang dilaksanakan badan pelaksana.

  3. Badan Pelaksana mempunyai fungsi melaksanakan kebijakan BAZ dlaam program pengumpulan, penyaluran, dan pendayagunaan zakat.


Mengingat BAZ merupakan lembaga pengelolaan Zakat professional, BAZ memiliki kewajiban sebagai berikut: 6

  1. Melakukan kegiatan sesuai dengan program kerja yag telah dibuat.

  2. Menyusun laporan tahunan termasuk laporan keuangan.

  3. Mempublikasikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan public atau lembaga pengawas pemerintah yang berwenang melalui media massa sesuai dengan tingkatannya, paling lambat enem bulan setelah tahun buku berakhir.

  4. Menyerahkan laporan tahunan tersebut kepada pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sesuai dengan tingkatannya.

  5. Merencanakan kegiatan tahunan.

  6. Mengutamakan pendistribusian dan pendayagunaan dana zakat yang diperoleh di daerah masing-masing sesuai dengan tingkatannya.


Meskipunn BAZ dibentuk oleh pemerintah, namun proses pembentukannya sampai kepengurusannya harus melibatkan unsur masyarakat. Dengan demikian, masyarakat luas dapat menjadi pengelola BAZ sepanjang kualifikasinya memenuhi syarat sebagaimana tertuang dalam pasal 6 Undang-Undang no.38 tahun 1999.

Untuk memberikan gambaran yang lebih konkrit tentang BAZ, patut disini dijabarkan beberapa pola kerja dan prestasi yang telah ditorehkan BAZNAS yang berkedudukan di Jalan sudirman Jakarta Pusat. Dalam pengumplan dana ZIS dari masyarakat dan menyalurkan kepada yang berhak, BAZNAS melibatkan BAZ maupun lembaga lain yang menjadi unit pengumpulan zakat mitra BAZNAS di tiap daerah. Dalam hal ini BAZ dan instansi yang menjadi UPZ mitra BAZNAS di daerahakan terberdayakan sekaligus dapat menjamin pemerataan dan pemanfaatan dana ZIS sampai ke pelosok daerah. BAZNAS didukung oleh tokoh-tokoh ulama, professional, akademis, birokrat dan tokoh masyarakat yang telah tepercaya dibidangnya dan dikenal bersih serta perhatian pada pemberdayaan umat.

Adapun UPZ yang menjadi mitra BAZNAS diantaranya adalah:7

  1. UPZ Kementrian Riset dan Teknologi

  2. UPZ KORPRI Badan Pemeriksaan Keuangan

  3. UPZ PT Permodalan Nasional Madani(PNM)

  4. UPZ Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia

  5. UPZ Bank Negara Indonesia

  6. UPZ Departemen Agama

  7. UPZ Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral

  8. UPZ Biro Pusat Statistik

  9. UPZ Kantor menteri Negara BUMN

  10. UPZ Kantor menteri Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah

  11. UPZ Departemen Pertahanan

  12. UPZ Mahkama Agung

  13. UPZ Departemen Kelautan dan Perikanan

  14. UPZ Departemen Tenaga Kerja

  15. UPZ Departemen Dalam Negeri

  16. UPZ Departemen Pendidikan Nasional

  17. UPZ Kantor Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

  18. UPZ Departemen Kebudayaan dan Pariwisata

  19. UPZ Baitul Mal Bumuputera

  20. UPZ Tabungan Asuransi Pensiun (PT.Taspen)


Program kerja BAZNAS yang sudah dapat dilihat saat ini adalah program kemanusiaan terdiri atas bantuan evakuasi korban, pelayanan kesehatan gawat darurat, bantuan pangan dna sandang, bantuan rehabilitasi daerah pasca bencana. Sedangkan program kesehatan yang telah digarap antara lain jaminan kesehatan masyarakat prasejahtera, unit kesehatan keliling, dan penyuluhan kesehatan dan makanan bergisi. Program pengembangan ekonomi umat terdiri atas bantuan sarana usaha, pendanaan modal usaha, dan pandampingan/ pembinaan usaha. Adapun program dakwah masyarakat yang terlaksana diantaranya adalah bina dakwah masyarakat, bina dakwah masjid dan bina dakwah kampus/ sekolah. Program peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang dicanangkan terdiri atas beasiswa tunas bangsa, pendidikan alternative terpadu, pendidikan ketrampilan siap guna, bantuan guru dan sarana pendidikan, dan program terpadu masyarakat mandiri.

2.4.Kaidah penyaluran zakat 8

Bagi pihak-pihak yang telah ditunjuk dan memiliki kewenangan dalam mengelola zakat (BAZNAS; LAZ; BAZIS; Amil Zakat; dll), hendaknya memperhatikan kaidah-kaidah berikut:

1. Alokasi atas dasar kecukupan dan keperluan

Pengalokasian zakat kepada mustahik haruslah berdasarkan tingakat kecukupan dan keperluannya masing-masing. Denga menerapkan kaidah ini, maka akan mendapat suplus pada harta zakat, seperti yang terjadi pada massa pemerintahan Umar Bin khatab, Utsman Bin Affan, dan Umar Bin Abdul Azis.

2. Berdasarkan harta yang terkumpul

Harta zakat yang terkumpul itu dialokasikan kepada mustahik sesuai dengna kondisi masing-masing. Kaidah ini akan mengakibatkan masing-masing mustahik tidak menerima zakat yang dapat mencukupi kebutuhannya dan menjadi wewenang pemerintah dalam mempertimbangkan mustahik mana saja yang lebih berhak dari pada yang lain.setiap kaidah yang disimpulkan dari sumber syariat Islam ini dapat diterapkan tergantung pada pendapatan zakat dalam kondisi yang stabil.

3. penentuan volume yang diterima mustahik

2.5. Perundang-undangan9

Undang-Undang Repubik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999

Tentang Pengelolaan Zakat

BAB III

ORGANISASI PENGELOLAAN ZAKAT

Pasal 6





      1. Pengelolaan zakat dilakukan oleh badan amil zakat yang dibentuk oleh pemerintah.






Penjelasan:

Yang dimaksud dengan pemerintah adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Pemerintah pusat membentuk badan amil zakat Nasional yang berkedudukan di Ibu Kota Negara.

Pemerintah daerah adalah membentuk badan amil zakat daerah yuang berkedudukan di Ibu Kota Provinsi, kabupaten atau kota, dan kecamatan.





      1. Pembentukan amil zakat:







  1. Nasional oleh Presiden atau usul Menteri;

  2. Daerah Provinsi oleh Gubernur atas usul kepala kantor wilayah Departemen Agama Provinsi;

  3. Daerah Kabupaten atau daerah kota oleh Bupati atau walikota atas usul kepala kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kota;

  4. Kecamatan oleh Camat atas usul kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan.


Penjelasan huruf d:

Badan amil zakat kecamatan dapat membentuk unit pengumpulan zakat di desa atau kelurahan.





      1. Badan amil zakat disemua tingkatan memiliki hubungan kerja yang bersifat koordinatif, konsultatif dan informative.

      2. Pengurus Badan Amil Zakat terdir atas unsur masyarakat dan pemerintah yang memiliki persyaratan tertentu.






Penjelasan:

Yang dimaksud dengan masyarakat ialah ulama’, kaum cendekia, dan tokoh masyarakat setempat.

Yang dimaksud dengan memenuhi persyaratan tertentu antara lain, memiliki sifat amanah, adil, berdedikasi, professional, dan berintegritas tinggi.





      1. Organisasi Badan Amil Zakat terdiri atas unsure pertimbangan, unsur pengawasan dan unsur pelaksanaan.






Penjelasan:

Unsur pertimbangan dan unsure pengawas terdiri atas para ulama’, kaum cendekia, tokoh mesyarakat, dan wakil pemerintah.

Unsure pelaksana terdiriatas unit administrasi, unit pengumpul, unit pendistribusi, dan unit lain sesuai dengan kebutuhan.

Untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat, dapat dibentuk unit pengumpul zakat sesuai dengan kebutuhan di Instansi Pemerintah dan swasta, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Pasal 7

  1. Lembaga Amil Zakat dikukuhkan, dibina dan dilindungi oleh pemerintah.

  2. Lembaga Amil Zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan yang diatur lebih lanjut oleh Menteri.


Pasal 8

Badan Amil Zakat sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 6 dan embaga amil zakat sebagaimana dumaksud dalam pasal 7 mempunyai tugas pokok mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.

Penjelasan:

Agar tugas pokok dapat lebih berhasil guna dan berdayaguna, badan Smil Zakat perlu melakukan tugas lain, seperti penyuluhan dan pemantauan.

Pasal 9

Dalam melaksanakan tugasnya badan amil zakat dan lembaga amil zakat bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya.

Pasal 10

Ketentuan lebih lanjut mengenahi susunan organisasi dan tata kerja badan amil zakat ditetapkan dengan keputusan Menteri.

DAFTAR PUSTAKA

Gustian Djuanda dkk, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2006

Sudirman, Zakat Dalam Pusaran Arus Modernisasi. Malang:UIN Malang Press,2007

Hikmat Kurnia, A Hidayat, Panduan Pintar Zakat. Jakarta: QultumMedia, 2008

STAIN Malang, Wacana Pemikiran Keagamaan, Keilmuan dan Kebudayaan. Malang: El-Haraka, 2000


1 Gustian Djuanda dkk, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2006), hlm.2




2 ibid.hlm.2




3 Ibid. hlm.3




4 Sudirman,Zakat Dalam Pusaran Arus Modernisasi.(Malang:UIN Malang Press,2007)hlm:94




5 Opcit. Gustian Juanda dkk. hlm:4.




6 Opcit, Sudirman. hlm: 96




7 Ibid, hlm 97




8 Hikmat Kurnia, A Hidayat, Panduan Pintar Zakat (Jakarta: QultumMedia, 2008) hlm.158




9 STAIN Malang, Wacana Pemikiran Keagamaan, Keilmuan dan Kebudayaan (Malang: El-Haraka, 2000) hlm.64

Senin, 04 Januari 2010

investasi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang
Dengan semakin terbukanya dunia usaha di Indonesia bagi masuknya investasi dari kalangan investor dalam negeri maupun investor asing, memberikan dampak yang cukup besar terhadap perkembangan lembaga arbitrase di Indonesia.
Hal ini berkaitan dengan semakin dirasakannya hambatan-hambatan dalam penggunaan lembaga peradilan umum sebagai tempat untuk menyelesaikan sengketa baik yang bersifat nasional maupun internasional, yang telah memberikan motivasi yang kuat kepada para pihak yang bersengketa-dalam kesempatan yang pertama-memilih cara lain selain peradilan umum (pengadilan negeri), untuk menyelesaikan sengketa mereka.
Dewasa ini, berbagai perjanjian dalam bidang perdagangan internasional, dapat dijumpai pasal-pasal yaang memuat klausula arbitrase sebagai cara memilih penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi di kemudian hari, sebagai salah satu syarat perjanjian dalam perdagangan internasional. Juga akta kommpromis segera setelah sengketa benar-benar terjadi, sebagai akibat dari pelaksanaan perjanjian tersebut.

1.2.     Rumusan Masalah
Apa yang disebut dengan Penanaman Modal Asing.
Bangaimana Bentuk Hukum, Kedudukan dan Daerah usahanya.
Apa saja Badan Usaha Modal Asing.
Siapa yang menjadi Tenaga Kerja pada Penanaman Modal Asing
Bagaimana jangka waktu Penanaman Modal Asing, Hak Transfer dan Repatriasi.
Bagaimana bentuk Kerjasama Modal Asing dan Modal Nasional.
1.3. Tujuan
Mengetahui devinisi Penanaman Modal Asing.
Mengetahui Bentuk Hukum, Kedudukan dan Daerah usahanya.
Mengetahui bentuk Badan Usaha Modal Asing.
Mengetahui siapa yang menjadi Tenaga Kerja pada Penanaman Modal Asing.
Mengetahui jangka waktu Penanaman Modal Asing, Hak Transfer dan Repatriasi.
Mengetahui bentuk Kerjasama Modal Asing dan Modal Nasional.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Pengertian Penanaman Modal Asing
Penanaman modal sering juga disebut dengan istilah investasi atau juga sebaliknya. Menurut Sunariyah (2003:4): “Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang.”
Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1967 ditegaskan bahwa Pengertian penanaman modal asing di dalam Undang-undang ini hanyalah meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung risiko dari penanaman modal tersebut.
Pengertian modal asing dalam Undang-undang ini menurut pasal 2 ialah:
alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia.
alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan, yang dimasukkan dari luar ke dalam wilayah Indonesia, selama alat-alat terse-but tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indonesia.
bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang-undang ini diperkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia.
Adapun modal asing dalam Undang-undang ini tidak hanya berbentuk valuta asing, tetapi meliputi pula alat-alat perlengkapan tetap yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, penemuan-penemuan milik orang/badan asing yang dipergunakan dalam perusahaan di Indonesia dan keuntungan yang boleh ditransfer ke luar negeri tetapi dipergunakan kembali di Indonesia.
2.2.Bentuk Hukum, Kedudukan dan Daerah Berusaha
Menurut pasal 3 UPMA perusahaan yang dimaksud dalam pasal 1 yang dijalankan untuk seluruhnya atau bagian terbesar di Indonesia sebagai kesatuan perusahaan tersendiri harus berbentuk Badan Hukum menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Penanaman modal asing oleh seorang asing, dalam statusnya sebagai orang perseorangan, dapat menimbulkan kesulitan/ketidak tegasan di bidang hukum Internasional. Dengan kewajiban bentuk badan hukum maka dengan demikian akan mendapat ketegasan mengenai status hukumnya yaitu badan hukum Indonesia yang tunduk pada hukum Indonesia. Sebagai badan hukum terdapat ketegasan tentang modal yang ditanam di Indonesia.
Pemerintah menetapkan daerah berusaha perusahaan-perusahaan modal asing di Indonesia dengan memperhatikan perkembangan ekonomi nasional maupun ekonomi daerah, macam perusahaan. besarnya penanaman modal dan keinginan Ekonomi Nasional dan Daerah (Pasal 4). Dengan ketentuan ini maka dapat diusahakan pembangunan yang merata di seluruh wilayah Indonesia.
2.3.Badan Usaha Modal Asing
Dalam pasal 5 UPMA disebutkan, bahwa:
Pemerintah menetapkan perincian bidang-bidang usaha yang terbuka bagi modal asing menurut urutan prioritas, dan menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh penanam-an modal asing dalam tiap-tiap usaha tersebut.
a)    Perincian menurut urutan prioritas ditetapkan tiap kali pada waktu Pemerintah menyusun rencana-rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang, dengan memperhatikan perkembangan ekonomi serta teknologi.
Bidang-bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing secara penguasaan penuh ialah bidang-bidang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak menurut pasal 6 UPMA adalah sebagai berikut:
a. pelabuhan-pelabuhan
b. produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum
c. telekomunikasi
d. pelayaran
e. penerbangan
f. air minum
g. kereta api umum
h. pembangkit tenaga atom
i. mass media.

2.4.Tenaga Kerja
Menurut pasal 9 UPMA pemilik modal mempunyai wewenang sepenuhnya untuk menentukan direksi perusahaan-perusahaan di mana modalnya ditanam.
Kepada pemilik modal asing diperkenankan sepenuhnya menetapkan direksi perusahaannya. Kiranya hal demikian itu sudah sewajarnya karena penanaman modal asing ingin menyerahkan pengurusan modal kepada orang yang dipercayanya. Dalam hal kerjasama antara modal asing dan modal nasional direksi ditetapkan bersama-sama.
Dalam pasal 10 ditegaskan, bahwa perusahaan-perusahaan modal asing wajib memenuhi kebutuhan akan tenaga kerjanya dengan warganegara Indonesia kecuali dalam hal-hal tersebut pada pasal 11. Sedangkan dalam pasal 11 UPMA disebutkan bahwa perusahaan-perusahaan modal asing diizinkan mendatangkan atau menggunakan tenaga-tenaga pimpinan dan tenaga-tenaga ahli warganegara asing bagi jabatan-jabatan yang belum dapat diisi dengan tenaga kerja warga negara Indonesia.
Perusahaan-perusahaan modal asing berkewajiban menyeleng-garakan atau menyediakan fasilitas-fasilitas latihan dan pendidikan di dalam atau di luar negeri secara teratur dan terarah bagi warganegara Indonesia dengan tujuan agar berangsur-angsur tenaga-tenaga warga negara asing dapat diganti oleh tenaga-tenaga warga negara Indonesia.
2.5.Jangka Waktu Penanaman Modal Asing, Hak Transfer dan Repatriasi
Pasal 18 UPMA menegaskan, bahwa dalam setiap izin penanaman modal asing ditentukan jangka waktu berlakunya yang tidak melebihi 30 (tiga puluh) tahun.
Selanjutnya (menurut Penjelasan Pasal 18 UPMA) diadakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a.    Perusahaan Modal Asing harus mengadakan pembukaan ter-sendiri dari modal asingnya;
b.    Untuk menetapkan besarnya modal asing maka jumlahnya harus dikurangi dengan jumlah-jumlah yang dengan jalan repatriasi telah ditransfer;
c.    Tiap tahun perusahaan diwajibkan menyampaikan kepada Pemerintah suatu ikhtisar dari modal asingnya.
Mengenai hak transfer, dalam pasal 19 UPMA ditetapkan sebagai berikut :
Kepada perusahaan modal asing diberikan hak transfer dalam valuta asing dari modal atas dasar nilai tukar yang berlaku untuk:
a.    Keuntungan yang diperoleh modal sesudah dikurangi pajak-pajak dan kewajiban-kewajiban pembayaran lain;
b.    biaya-biaya yang berhubungan dengan tenaga asing yang dipekerjakan di Indonesia;
c.    biaya-biaya lain yang ditentukan lebih lanjut;
d.    penyusutan atas aht-alat perlengkapan tetap;
e.    kompensasi dalam hal nasionalisasi.
Pelaksanaan transfer ditentukan lebih lanjut oleh Pemerintah.
modal asing. Dirasakan adil apabila perusahaan-perusahaan yang menggunakan modal asing tidak diperbolehkan merepatriasi modalnya mentransfer penyusutan selama perusahaan-perusahaan itu masih memperoleh kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutan-pungutan lain. Perlu diterangkan bahwa transfer keuntungan modal asing dapat dilakukan juga selama perusahaan itu memperoleh kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutan-pungutan lain.
2.6.Kerjasama Modal Asing dan Modal Nasional
UPMA dalam pasal 23 menegaskan, bahwa dalam bidang-bidang usaha yang terbuka bagi modal asing dapat diadakan kerja-sama antara modal asing dengan modal nasional dengan mengingat ketentuan dalam pasal 3 di atas.
Pemerintah menetapkan lebih lanjut bidang-bidang usaha, bentuk-bentuk dan cara-cara kerjasama antara modal asing dan modal nasional dengan memanfaatkan modal dan keahlian asing dalam bidang ekspor serta produksi barang-barang dan jasa-jasa.
Pengertian modal nasional dalam Undang-undang ini meliputi modal Pemerintah Pusat dan Daerah, Koperasi dan modal swasta nasional.
Adapun keuntungan yang diperoleh perusahaan modal asing sebagai hasil kerjasama antara lain modal asing dan modal nasional tersebut pada pasal 23 setelah dikurangi pajak-pajak serta" kewajiban-kewajiban lain yang harus dibayar di Indonesia, diizinkan untuk ditransfer dalam valuta asli dari modal asing yang bersangkutan seimbang dengan bagian modal asing yang ditanam (Pasal 24).
Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini mengenai kelonggaran perpajakan dan jaminan terhadap nasionalisasi maupun pemberian kompensasi, berlaku pula modal asing tersebut dalam pasal 23 di atas.

2.7.Jenis-Jenis Penanaman Modal (Investasi)
Menurut Senduk (2004:24) bahwa produk-produk investasi yang tersedia di pasaran antara lain:
Tabungan di Bank
Dengan menyimpan uang di tabungan, maka akan mendapatkan suku bunga tertentu yang besarnya mengikuti kebijakan bank bersangkutan. Produk tabungan biasanya memperbolehkan kita mengambil uang kapanpun yang kita inginkan.
Deposito di Bank
Produk deposito hampir sama dengan produk tabungan. Bedanya, dalam deposito tidak dapat mengambil uang kapanpun yang diinginkan, kecuali apabila uang tersebut sudah menginap di bank selama jangka waktu tertentu (tersedia pilihan antara satu, tiga, enam, dua belas, sampai dua puluh empat bulan, tetapi ada juga yang harian). Suku bunga deposito biasanya lebih tinggi daripada suku bunga tabungan. Selama deposito kita belum jatuh tempo, uang tersebut tidak akan terpengaruh pada naik turunnya suku bunga di bank.
Saham
Saham adalah kepemilikan atas sebuah perusahaan tersebut. Dengan membeli saham, berarti membeli sebagian perusahaan tersebut. Apabila perusahaan tersebut mengalami keuntungan, maka pemegang saham biasanya akan mendapatkan sebagian keuntungan yang disebut deviden. Saham juga bisa dijual kepada pihak lain, baik dengan harga yang lebih tinggi yang selisih harganya disebut capital gain maupun lebih rendah daripada kita membelinya yang selisih harganya disebut capital loss. Jadi, keuntungan yang bisa didapat dari saham ada dua yaitu deviden dan capital gain.

Properti
Investasi dalam properti berarti investasi dalam bentuk tanah atau rumah.
Keuntungan yang bisa didapat dari properti ada dua yaitu :
(a) Menyewakan properti tersebut ke pihak lain sehingga mendapatkan uang sewa.
(b) Menjual properti tersebut dengan harga yang lebih tinggi.

Barang-Barang Koleksi
Contoh barang-barang koleksi adalah perangko, lukisan, barang antik, dan lain-lain. Keuntungan yang didapat dari berinvestasi pada barang-barang koleksi adalah dengan menjual koleksi tersebut kepada pihak lain.

Emas
Emas adalah barang berharga yang paling diterima di seluruh dunia setelah mata uang asing dari negara-negara G-7 (sebutan bagi tujuh negara yang memiliki perekonomian yang kuat, yaitu Amerika, Jepang, Jerman, Inggris, Italia, Kanada, dan Perancis). Harga emas akan mengikuti kenaikan nilai mata uang dari negara-negara G-7. Semakin tinggi kenaikan nilai mata uang asing tersebut, semakin tinggi pula harga emas. Selain itu harga emas biasanya juga berbanding searah dengan inflasi. Semakin tinggi inflasi, biasanya akan semakin tinggi pula kenaikan harga emas. Seringkali kenaikan harga emas melampaui kenaikan inflasi itu sendiri.
Mata Uang Asing
Segala macam mata uang asing biasanya dapat dijadikan alat investasi.
Investasi dalam mata uang asing lebih beresiko dibandingkan dengan investasi dalam saham, karena nilai mata uang asing di Indonesia menganut sistem mengambang bebas (free float) yaitu benar-benar tergantung pada permintaan dan penawaran di pasaran. Di Indonesia mengambang bebas membuat nilai mata uang rupiah sangat fluktuatif.
Obligasi
Obligasi atau sertifikat obligasi adalah surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah maupun perusahaan, baik untuk menambah modal perusahaan atau membiayai suatu proyek pemerintah. Karena sifatnya yang hampir sama dengan deposito, maka agar lebih menarik investor suku bunga obligasi biasanya sedikit lebih tinggi dibanding suku bunga deposito. Selain itu seperti saham kepemilikan obligasi dapat juga dijual kepada pihak lain baik dengan harga yang lebih tinggi maupun lebih rendah daripada ketika membelinya.

BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Investasi berarti pembelian (dan berarti juga produksi) dari kapital/modal barang-barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang (barang produksi).
Setiap individu pada dasarnya memerlukan investasi, karena dengan investasi setiap orang dapat mempertahankan dan memperluas basis kekayaannya yang dapat digunakan sebagai jaminan sosial di masa depannya. Seseorang sering tidak menyadari dirinya telah melakukan investasi, misalnya dengan menabung dan sebagainya.

3.2.Saran
Kepada para pembaca, kami akui makalah ini jauh dari sempurna baik secara redaksi, sistematika maupun substansinya. Oleh karena itu, kami sangat berharap kritik dan saran para pembaca demi kesempurnaan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Djambatan, Jakarta 2007.
Kansil, C.S.T., Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Sinar Grafika. Jakarta 1973.
Gautama, Sudargo, Hukum Dagang Dan Arbitrase Internasional, PT. citra aditya bakti, 1991

kewajiban suami isteri

Banyak orang menikah tanpa berbekal pengetahuan yang memadahi tentang pernikahan. Mereka hanya tahu bahwa pernikahan adalah relasi yang sah antara laki-laki dan perempuan, tanpa mengetahui apa yang ada di dalamnya. Pandangan islam tentang pernikahan sangat integral dan komprehensif, kare Allah telah menjadikan pernikahan sebagai penenang dan penentram. Dalam surah al-ruum Allah berfirman yang artinya : “Dan salah satu tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan pasangan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa tenang kepadanya. Dia juga menjadikan rasa kasih saying diantara kamu. Sungguh, dalam hal ini terdapat tand – tanda bagi kaum yang berpikir.” (Al-Ruum:21) Dalam mewujudkan seperti apa yang ada dalam surat di atas maka pasangan suami istri ada kiat – kiat yang harus dijalankan. Antara lain dalam kehidupan keluarga ada yang namanya hak dan kewajiban masing – masing. Makalah ini akan membahas kiat – kiat tersebut, baik berupa hak dan kewajiban suami,istri bahkan kewajiban bersama suami istri.

HAK-HAK SUAMI DALAM RUMAH TANGGA

Aisyah Radiyallahu Anha berkata,”Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alai wa Sallam, ‘Siapakah orang yang paling besar haknya pada istri?’ Beliau bersabda,‘Suaminya’. Aku bertanya lagi,’lalu, siapakah orang yang paling besar haknya pada suami?’Beliau bersabda,’Ibunya.’(HR. Al-Hakim) Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menegaskan hak ini dalam sabdanya, “Sekiranya aku memerintahkan seseorang bersujud pada orang lain, aku pasti memerintahkan seorang istri bersujud pada suaminya karena besarnya hak sumi padanya.”(HR.Abu Dawud dan Al-tirmidzi) Adapun hak-hak suami dalam rumah tangga yaitu: Istri patuh kepadanya selama tidak diperintah bermaksiat, menjaga kehormatan diri dan menjaga hartanya, tidak melakukan hal – hal yang tidak disukainya, seperti muka masam dan berpenampilan buruk di depannya. Istri tidak menerima tamu yang tidak disukai suami. Pengabdian istri pada suami Meminta istri tinggal di tempat tinggalnya dan melarang istri keluar tanpa seizing. Mengajak isterinya pindah kemana saja, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,”Tempatkanlah mereka dimana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan hati mereka.”( Al-Thalaq:6). Melarang istri bekerja Para ulama membedakan antara antara pekerjaan istri yang membuat hak suami tidak terpenuhi dan mengharuskan istri keluar rumah dengan pekerjaan tidak demikian. Mereka melarang istri melakukan pekerjaan y7ang pertama, dan membolehkan yang kedua. Ibnu Abidin, seorang ahli fiqih madzab Hanafi mengatakan, “Yang harus diperhatikan, larangan ini hanya berlaku terhadap pekerjaan yang membuat hak suami tidan terpenuhi dan mengharuskan istri keluar rumah. Sedangkan pekerjaan yang tidak merugikan suami, tidak boleh dilarang. Suami juga tidak boleh melarang istri keluar rumah untuk melakukan fardlu kifayah yang khusus berkaitan dengan wanita.” Istri tidak menolak bila diajak berhubungan seks, kecuali karena udzur syar’I atu sakit parah. Tidak boleh berpuasa sunnah tanpa seizing suami. istri mengurus suami, mengasuh anak-anaknya secara benar. istri tidak mengajukan thalak kecuali dengan alas an syar’i. istri tidak membocorkan rahasia suami, khususnya rahasia dalam masalah emosional dan seksual.

KEWAJIBAN-KEWAJIBAN SUAMI DALAM KELUARGA

1. Memerintah keluarga untuk shalat.

2. Menggauli isteri dengan baik

3. Memberi mkanan halal untuk diri dan keluarga

4. tidak menjauhi isterinya selama 4 bulan.

5. Menjaga perasaan dan kehormatan dirinya.

6. Tidak mengabaikan hak isterinya 1. Mahar 2. Nafkah dan tempat tinggal

7. berlaku adil dalam keluarga, khusunya kepada isteri-isterinya ketika poligami

8. Menjalin silatur Rahmi keluarga

KEWAJIBAN-KEWAJIBAN ISTERI DALAM KELUARGA

Memelihara diri dan harta suaminya ketika suaminya tidak ada.

Menghormati suami dan memuliakannya.

Taat pada suami Tidak keluar rumah kecuali izin suami.

Berhias hanya untuk suaminya.

Rela atas yang telah Allah berikan pada suami dan dirinya.

Tidak berpuasa Sunnah kecuali dengan izin suami.

Menyusui anaknya sendiri.

Hemat Memperhatikan pendidikan anaknya.

Menjaga, melayani, dan membantu suaminya.

HAK-HAK ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

1. Mahar adalah hak isteri yang ditetapkan oleh Al –Quran dan sunnah. Allah Subhanahu wa Taala berfirman dalam surat Al-Nisa’:4, dan dalam hadits shahih, dijelaskan, Rasulullah Shallallahu Aali wa Sallam tidak membolehkan pernikahan tanpa mahar. Nafkah adalah pemenuhan kebutuhan isteri dalam hal makanan, tempat tinggal, pembantu ddan obat – obatan, meskipun sang isteri itu kaya. Hal ini wajib berdasarkan Al-Quran, sunnah dan ijma’.

Syarat-syarat pemenuhan nafkah

Akad nikah yang sah

Isteri menyerahkan diri kepada suami

isteri melayani suami

Tidak menolak diajak pindah ke tempat yang dipilih suami

isteri memiliki kemampuan untuk melayani suami.

2.suami bercmpr dengan isteri selama tidak memiliki uzur minimal satu kali dalam satu suci

3.dpt penghormatan, perlakuan baik, pergaulan yang baik dan hal hal yang menyenagkan oleh suami.

4Belajar ilmuAgama

Menurut UU No. 1 tahun 1974 pasal 31-34 dinyatakan bahwa kewajiban istri adalah mengatur urusan rumah tangga dan memberikan pelayanan lahir bathin kepada suami. Adapun hak istri mendapat perlindungan serta pemenuhan kebutuhan lahir dan bathin dari suami, juga berhak untuk melakukan perbuatan hukum dan pergaulan hidup di dalam masyarakat. Dalam KHI pasal 83 kewajiban istri (yang menjadi hak suami) yaitu berbakti lahir dan bathin kepada suami di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh Islam. Sedangkan hak istri selain hal tersebut dalam UU No.l tahun 1974 ditambahkan dengan pasal 80-81 KHI yaitu mendapatkan bimbingan dari suami serta penyediaan tempat kediaman. Jika menilik kemasa sekarang ini, secara garis besar dapat kita temukan tiga kriteria aplikasi kewajiban dan hak istri:

1. Istri yang tidak menjalankan kewajiban tetapi mendapatkan haknya,

2. Istri yang menjalankan kewajiban namun tidak mendapatkan haknya,

3. Istri yang menjalankan kewajiban dan mendapatkan haknya sesuai dengan yang telah dianjurkan dalam al-Qur’an dan al-Hadits.

Dari ketiga kriteria aplikasi kewajiban dan hak istri tersebut, istri dengan kriteria ketigalah yang memiliki kehidupan yang bahagia karena berhasil meraih predikat keluarga samarata, meskipun dengan berbagai cobaan dalam kehidupan, karena istri memiliki pendamping hidup yang menjadikannya sebagai lentera hati, pelipur lara dan bukan dianggap sebagai objek kenikmatan atau pengurus rumah tangga belaka, dan istri pun menjadi sosok wanita yang benar-benar memberikan pengabdian yang tulus kepada suaminya dengan menjaga harkat dan martabat suami dimanapun ia berada, hingga cinta kasih antara keduanya terus tumbuh dan kokoh. Adapun istri kriteria kedua telah melaksanakan kewajibannya tetapi hanya dianggap sebagai objek kenikmatan dan pramuwisma oleh sang suami, apa yang ia rasakan sama sekali tidak mendapatkan perhatian dari suaminya bahkan terkadang mendapat perlakuan yang kurang manusiawi, dengan kata lain istri harus ada bila suami butuh dan suami tidak ada bila sang istri butuh, dan adakalanya istri juga memiliki dwifungsi yaitu pencari nafkah juga pengurus rumah tangga. Sedangkan istri pada kriteria pertama adalah istri yang terlupa atau tidak mengetahui akan kewajiban serta kodratnya sebagai seorang istri, sehingga dialah yang menjadi pemimpin dalam rumah tangga dan setiap kebijakan yang diambil tidak pernah dirembukkan bersama dengan sang suami, seorang istri yang tidak mendapatkan bimbingan dari suami karena rasa takut atau mungkin oleh rasa ketidakpedulian suami terhadap sikap istrinya.

Di dalam hadist Nabi yang diriwayatkan Al-Hakim menyebutkan ada seorang wanita bertanya kepada Nabi Saw yang artinya: “Anak paman saya melamar untuk menikahi saya, maka berilah saya nasehat mengenai hak suami yang harus dipenuhi oleh istri, jika hak-hak itu mampu saya penuhi, maka saya akan menikah. Lalu Nabi Saw bersabda: “Diantara haknya adalah andaikan kedua hidung suami mengalir darah atau nanah lalu istrinya menjilati dengan lidahnya, ia belum memenuhi hak suaminya. Kalau manusia boleh bersujud kepada manusia, niscaya aku perintahkan wanita untuk bersujud kepada suaminya Hal ini menunjukkan bahwa ketaatan istri terhadap suami sangat signifikan dan tidak dapat dianggap remeh bahkan dilalaikan, karena sudah merupakan suatu kewajiban yang haq bagi istri. Namun, tidaklah berarti hal tersebut dapat diinterprestasikan bahwa seorang suami dapat melakukan kekerasan dan menjadikan istri hanya sebagai objek kenikmatan tanpa menghargai harkat serta martabatnya sebagai seorang wanita juga ibu bagi anak-anaknya, karena Islam telah memberikan kontribusi dalam peningkatan harkat dan martabat wanita, diantaranya terdapat dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa” ayat 19 dimana Allah memerintahkan kepada suami untuk mempergauli istri dengan cara yang ma’ruf (baik).

Imam Ghazali menerangkan lebih lanjut bahwa yang dimaksud dengan perlakuan baik terhadap istri bukanlah tidak mengganggunya tetapi bersabar dalam kesalahannya serta memperlakukannya dengan kelembutan dan maaf saat ia menumpahkan emosi dan kemarahannya. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan baik (ma’ruf) identik dengan pengayoman dan penghargaan suami terhadap istri. Nabi Muhammad juga telah memberikan gambaran kepada kita bagaimana seharusnya memperlakukan istri melalui cermin kehidupan rumah tangganya. Karena pada hakikatnya keharmonisan dalam rumah tangga akan terwujud bila terdapat sikap saling menghargai dan mengasihi antara satu dengan yang lain serta perhatian kedua belah pihak akan hak pihak lain semata-mata karena mengharap Ridho Allah Swt.

KEWAJIBAN SUAMI ISTERI SATU SAMA LAIN

Saling mengungkapkan cinta dengan ucapan dan perbuatan tanpa ragu atau mal uterus menerus setiap waktu.

Suami dan isteri adalh satu kesatuan.Maka harus saling mengungkapkan dan saling berbagi rasa atas kedudukan atau kesedihan yang mereka rasakan.

Berusaha menyatu secara total, merobohkan dinding penghalang satu sama lain, dan merancang masa depan yang dituju dan diusahakn bersama.

Saat suami atau isteri merasa lelah, baik secara fisik maupun mental, pasangannya harus memeluknya. Pelukan sangat efektif dalam menghilangkan keletihan dan membangkitkan harapan.

Selalu siap untuk berdialog dengan tenang, berbagi perasaan, dan memecahkan masalah secara rasional. Syarat dialog yang baik antara suami isteri adalah penghormatan, suara pelan dan kelembutan.

Manusia merasakan gairah khusus saat dipuji dan ungkapan – ungkapan yang lembut sangat penting bagi suami isteri. Karena itu suami isteri harus saling memuj perbuatan pasangannya, menganggap hal itu sebagai prestasi, dan mengungkapkan rasa terimakasih setiap kali permintaanya dipenuhi.

KESIMPULAN

Setelah kita pelajari apa saja kewajiban dan hak bagi suami istri dalam keluarga, dapat kita simpulkan bahwa dalam kehidupan berkeluarga juga ada aturan mainnya. Dan apabila kita bisa menjalankan aturan main tersebut insya Allah keluarga kita akan menjadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Oleh karena itu mari kita siapkan diri kita mulai dari awal khususnya bagi yang para calon suami istri.

SARAN

Kepada para pembaca, kami akui makalah ini jauh dari sempurna baik secara redaksi, sistematika maupun substansinya. Oleh karena itu, kami sangat berharap kritik dan saran para pembaca demi kesempurnaan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Syarif, Isham Muhammad,2oo8, Selamat datang istri impian,Jakarta:Mirqat Mutawalli,

Syaikh Muhammad,2007,Suami istri berkarakter surgawi,Jakarta: __ _______Pustaka Al-Kautsar Shalih,

Syaikh Fuad,2009, Untukmu yang akan menikah dan telah menikah,___ _______Jakarta:Pustaka Al-Kautsar www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=19527:fenomena-aplikasi-kewajiban-dan-hak-istri-dalam-rumah-tangga&catid=340:26-juni-2009&Itemid=217. 02 Oktober 2009.

contoh SURAT GUGATAN PERCERAIAN

SURAT GUGATAN PERCERAIAN Kepada Yth: Bapak/Ibu Ketua Pengadilan Negeri/Agama [...................] Di Tempat Dengan hormat ...