Sabtu, 05 November 2016

RIWAYAT BIOGRAFI CURICULUM VITAE IZZUDDIN BIN ABDUSSALAM

A.     Biografi Izzuddin bin Abdussalam
Izuddin bin Abdussalam nama lengkapnya  adalah Abdul Aziz bin Abdissalam bin Abi Al-Qasim bin Hasan bin Muhammad bin Muhadzdzab, bergelar Izzuddin (kemuliaan agama). Ia berasal dari Maghribi, kelahiran Damsyik, menetap dan meninggal di Mesir, digelar Sultan al-Ulama oleh Ibn Daqiq al-Eid.[1]
Dilahirkan pada tahun 578 H. Mempelajari ilmu Usul Fiqh melalui al-Aamidi. Terkenal dalam bidang Fiqh, Tafsir dan Bahasa Arab. Beliau menjadi seorang tokoh hebat di zamannya, terutama berkenaan Syariah. Beliau sangat wara’ dan berani berhujjah menegakkan kebenaran.[2]
Gelar Izzuddin diberikan sesuai dengan adat pada masa itu. Setiap khalifah, sultan, pejabat, terlebih lagi para ulama diberi tambahan gelar pada namanya. Gelar ini nantinya lebih melekat dalam dirinya. Sehingga ia lebih dikenal dengan nama Izzuddin bin Abdussalam atau Al-Izz bin Abdussalam. Selain itu, ia juga digelari Sulthan Al-Ulama (raja para ulama) oleh muridnya, Ibnu Daqiq Al-id. Ini sebagai legitimasi atas kerja keras beliau menjaga reputasi para ulama pada masanya. Usaha itu diimplementasikan dalam sikap-sikapnya yang tegas saat melawan tirani dan kediktatoran. Beliaulah yang mengomandani para ulama dalam beramar ma’ruf nahi mungkar.
Selama beberapa tahun ia menjabat qadhi di kota Damaskus. Namun, karena tidak sejalan dengan penguasa di kota itu, beliau hijrah menuju Mesir. Ia akhirnya bermukim di kota Kairo. Najmuddin Ayyub, penguasa kota saat itu, menyambut kedatangannya. Ia kemudian diangkat sebagai khatib masjid Jami’ Amr bin Al-Ash dan Qadhi di Kairo.
Banyak ulama yang memberikan sanjungan kepada Izzuddin. Tajudin As-Subki menyebutnya sebagai Syaikhul Islam wal Muslimin, salah satu imam terkemuka, sultanul ulama, imam pada masanya yang tidak ada duanya, penyeru kepada yang ma’ruf dan pencegah kemungkaran, orang yang memahami hakikat, rahasia, dan maqasid (tujuan) syariat.
     Ibnu Katsir menulis dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah, “Al-Izzu adalah mahaguru mazhab dan pemberi mamfaat pada kelompoknya. Ia memiliki karya-karya yang fenomenal, menguasai mazhab, menghimpun banyak ilmu, memberi kontribusi yang berarti bagi murid-muridnya, aktif mengajar di madrasah-madrasah, berhenti kepadanya tongkat kepemimpinan As-Syafi’iyah, dan ia dimintai fatwa di berbagai daerah. Ia adalah orang yang lemah lembut, rupawan serta banyak mengutip syair.”
Salah satu muridnya, Syaikh Sihabuddin Abu Syamah mengatakan,”Ia adalah orang yang lebih layak menyampaikan khutbah dan memimpin shalat. Ia telah menghilangkan bid’ah yang dilakukan oleh para khatib, seperti mengetukkan pedang pada mimpar. Ia juga mencegah orang-orang melakukan shalat Raghaib dan Nisfu Sya’ban.”
Pada masa studinya Ia berguru kepada Syaikh Fahruddin bin Asakir, belajar ushul dari Syaikh Saifuddin Al-Amidi, belajar hadits dari Al-Hafizh Abu Muhammad Al-Qasim dan Al-Hafizh Al-Kabir Abu Al-Qasim bin Asakir. Ia juga menimba ilmu dari Barakat bin Ibrahim Al-Kasyu’I, Al-Qadhi Abdusshamad bin Muhammad Al-Harastani, dan lain-lain. Demikian menurut Imam As-Subki dalam Thabaqat Asy-Syafi’iyah.
Imam As-Subki juga menyebut sebagian murid-murid Imam Al-Izzu di antaranya: Ibnu Daqiq Al-Id, Imam Alaudin Abu Muhammad Ad-Dimyathi, dan Al-Hafizh Abu Bakar Muhammad bin Yusuf bin Masdi.
Dalam rentang kehidupannya izzuddin bin Abdussalam telah memberikan sumbangan pemikirannya yang sangat penting dalam keilmuan islam. Izzuddin Al-Husaini menilai Imam Al-Izzu sebagai tokoh sentral ilmu pada masanya yang menguasai berbagai disiplin keilmuan. Adapun menurut ulama lainnya, Imam Al-Izzu adalah Sultanul Ulama dan Syaikhul Ulama. Ia bagaikan lautan ilmu dan pengetahuan. Ia termasuk orang yang disebut “ilmunya lebih banyak daripada karyanya”. Di antara karya-karya beliau adalah:
1.      Al-Qawaid As-Shughra
2.      Qawaidhul Ahkam fi Masalihil Anam
3.      Al-Imamah fi Adillatil Ahkam
4.      Al-Fatawa Al-Misriyah
5.      Al-Fatawa Al-Maushuliyah
6.      Majaz Al-Qur’an
7.      Syajarah Al-Ma’arif
8.      At-Tafsir
9.      Al-Ghayah fi Ikhtishar An-Nihayah
10.  Mukhtasar Shahih Muslim dan lain-lain
Semoga Allah mensucikan ruhnya dan memberikan pahala yang sempurna kepada beliau atas amal dan jihadnya. Semoga kaum Muslimin memperoleh keberkahan ilmunya demi kejayaan Islam dan Muslimin.[3]


[1] Jamaluddin al-Isnawi, Tabaqat as-Shafiiyyah, tahqiq Abdullah al-Jabburi, Cetakan: Riyadh, Dar al-Ulum littibaah wanNasyr 1401H/1981M, j 2 ms 197-198, no 813.
[2] Tajuddin as-Subki, Tabaqat as-Shafiiyyah al-Kubra, j 8 ms 209, no 1183.
[3] bumisyam.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengunjung yang baik selalu meninggalkan jejak. Kami tunggu kritik saran dan komentar anda!!!

contoh SURAT GUGATAN PERCERAIAN

SURAT GUGATAN PERCERAIAN Kepada Yth: Bapak/Ibu Ketua Pengadilan Negeri/Agama [...................] Di Tempat Dengan hormat ...