H.
Alat Bukti dan KekuatanPembuktiannya Serta Dasar Hukumnya
Alat bukti yang diakui oleh
peraturan perundang-undangan yang berlaku diatur dalam Pasal 164 HIR, Pasal 284
R.Bg, dan Pasal 1866 KUH perdata, sebagai berikut:
a)
Alat bukti surat (tulisan).
b)
Alat bukti saksi.
c)
Persangkaan (dugaan).
d)
Pengakuan.
e)
Sumpah.
f)
Pemeriksaan di tempat (pasal 153 HIR).
g)
Saksi ahli (pasal 154 HIR).
h)
Pembukuan (pasal 167 HIR)
i)
Pengetahuan Hakim (pasal 178 (1) HIR, UU-MA No. 14/1985).
Harus dibedakan antara alat bukti
pada umumnya dengan alat bukti menurut hukum. Maksutnya meskipun alat bukti
yang diajukan salah satu bentuk alat bukti yang ditentukan sebagaimana yang
tersebut diatas, tidak otomatis alat bukti tersebut sah sebagai alat bukti.
Agar supaya alat bukti itu sah sebagai alat bukti menurut hukum, maka alat
bukti yang diajukan itu harus memenuhi syarat formal dan syarat materiil.
Disamping itu, tidak pula setiap alat bukti yang sah menurut hukum mempunyai
nilai kekuatan pembuktian untuk mendukung terbuktinya suatu peristiwa. Meskipun
alat bukti yang diajukan telah memenuhi
syarat formal atau materiil, belum tentu mempunyai nilai kekuatan pembuktian.
Supaya alat bukti yang sah mempunyai nilai kekuatan pembuktian, alat bukti yang
barsangkutan harus mencapai batas minimal pembukian.[1]
I.
Macam-macam kekuatan alat bukti
Tiap-tiap alat
bukti mempunyai kekuatan pembuktian tersendiri menurut hukum pembuktian. Macam
kekuatan pembuktian tersebut ialah:
1.
Bukti mengikat dan menentukan, artinya:
-
Meskipun hanya ada satu alat bukti, telah cukup bagi Hakim untuk memutuskan perkara berdasarkan
alat bukti tersebut tanpa membutuhkan alat bukti lain.
-
Hakim terikat dengan bukti tersebut, sehingga tidak dapat memutus
lain dari pada yang telah terbukti dengan satu alat bukti itu.
-
Alat bukti ini tidak dapat dilumpuhkan dengan bukti lawan/bukti
sebaliknya.
Alat bukti ini ialah:
a.
Sumpah decisoir (pasal 154 HIR/pasal 183 R.Bg).
b.
Sumpah pihak (dilatoir) = (pasal 177 HIR/pasal 183 R.Bg).
c.
Pengakuan (pasal 174 HIR/pasal 311 R.Bg).
2.
Bukti sempurna, artinya:
-
Meskipun hanya ada satu alat bukti, telah cukup bagi Hukim untuk
memutuskan perkara berdasarkan alat bukti itu dan tidak memerlukan adanya alat
bukti lain
-
Hakim terikat dengan bukti tersebut, kecuali jika dapat dibuktikan
sebaliknya
-
Bekti tersebut dapat dilumpuhkan dengan bukti lawan/sebaliknya.
Alat bukti ini ialah:
a. Akta
Otentik (pasal 165 HIR/pasal 285 R.Bg).
b. Pasal
1394 KUH Perdata = Apabila tergugat dapat menunjukkan tiga kwitansi pembayaran
3(tiga) bulan berturut-turut, maka ansuran yang sebelumnya harus dianggap telah lunas
c. Pasal
1965 KUH Perdata: Itikad baik selamanya harus dianggap ada, sedangkan siapa yang
menunjuk kepada suatu itikad buruk diwajibkan membuktikannya.
3.
Bukti bebas, artinya
-
Hakim bebas untuk menilai sesuai dengan pertimbangannya yang logis.
-
Terserah kepada keyakinan Hakim untuk menilai
-
Hakim dapat mengesampingkan alat bukti ini dengan pertimbangan yang
logis.
-
Bukti ini dapat dilumpuhkan dengan bukti lawan.
J. Alat bukti surat atau tulisan
Dasar hukum penggunaan surat atau
tulisan sebagaialat bukti adalah HIR Pasal 164, R. Bg Pasal 284, 293, 294 ayat
(2), 164 ayat (78), KUH Perdata Pasal 1867 – 1880 dan Pasal 1869, 1874,
menentukan keharusan ditandatanganinya suatu akta sebagaimana tersebut dalam
Pasal 165 dan 167 HIR, serta Pasal 138 – 147 Rv.
1.
Akta autentik.
Didalam Pasal 165 HI, 285 R. Bg, dan
Pasal 1868 BW
2.
Akta di Bawah Tangan
Pasal 286 R.Bg
3.
Kualitas Tanda Tangan Dalam Akta Di Bawah Tangan Jari Dalam AKTA Di
Bawah Tangan Yang Disahkan Notaris.
4.
Kekuatan Pembuktian Akta di Bawah Tangan yang Diakui, Menjelma
menjadi Alat Bukti Sempurma.
Pasal 288 R.Bg, Pasal 289
R.Bg, Pasal 290 R.Bg
5.
Surat Perjanjian Utang di Bawah Tangan
Pasal 291 R.Bg ,Pasal 292 R.Bg,
6.
Kualitas Akta di bawah Tangan yang Tidak Dilengkapi dengan Suatu
Keterangan.
Pasal 293 R.Bg, ayat kedua Pasal 286
R.Bg dan pasal 287 R.Bg,
7.
Surat Urusan Rumah Tangga
Pasal 294 R.Bg
Pasal 295 R.Bg,
Dicabut dengan Stbld. 1927 No. 576
Pasal 167
HIR/296 R.Bg,
8.
Catatan Penagih Utang
Pasal 297 R.Bg
9.
Surat-surat Tanda Hak
Pasal 298 R.Bg, Pasal 299 R.Bg,
Pasal 300 R.Bg,
10. Fotokopi
yang Dijadikan Alat Bukti Harus Dicocohkan dengan Surat Asli.
Pasal 301 R.Bg
Pasal 302 R.Bg
- Kedudukan Buku Kas Umum
Pasal 303 R.Bg, Hal menyalin suatu
akta kedalam daftar umum, hanya dapat menjadi suatu permulaan bukti dengan
surat.
- Surat Pengakuan Melepaskan Orang dan Suatu kewajiban
Pasal 304 R.Bg, Surat akta pengakuan
melepaskan orang daripada kewajiban akan menunjukkan surat tanda hak yang asli
asal saja di dalamnya cukup nyata isi surat tanda hak itu.
- Akta yang Di benarkan Dengan Surat Perjanjian
Pasal 305 R.Bg,
14. Salah
Satu Pihak yang Berperkara Dapat Melihat Surat-surat Yang Diserahkan Kepada
Majelis Hakim Di Persidanga.
Pasal 137 HIR/163 R.Bg, Para pihak
dapat meminta kepada pihak yang lainnya supaya memperhatikan surat, yang
diserahkan kepada hakim untuk maksud itu.
Pasal 137 HIR/163 R.Bg
K. Alat bukti saksi
1.
Saksi yang Tidak Mau Dihhadirkan dapat Dihukum
Pasal 139 I-llR/165 R.Bg
Pasal 140 HIR/166 RBg
Pasal141 HIR/167 R.Bg
Pasal 140 HIR/166 R.Bg,
2.
Memeriksa saksi di tempat saksi
Pasal 169 R.Bg, Saksi bertempat
tinggal di luar kota daerah hukum pengadilan yang memeriksa perkara.
Pasal143 HIR/170 R.Bg
3.
Kualitas Satu Orang Satu Saksi Saja.
Pasal169 HIR/306 R.Bg, Keterangan
searang saksi saja, dengan tidak ada suatu alat bukti lain tidak dapat
dipereayai di dalam hukum.
4.
Kesaksian Beberapa Orang yang Terpisah-Pisah dan Berdiri Sendiri
Pasal 170 HIR/307 R.Bg,
5.
Syarat-syarat Kesaksian
Pasal 171 HIR/308 R.Bg
6.
Cara Pemeriksaan Saksi Di Persidangan
Pasal 144 HIR/171 R.Bg
7.
Saksi yang tidak dapat didengar sebagai saksi
Pasal 145 HIR/l72
Pasal 173 R.Bg, (sama dengan ayat 4
Pasal145 HIR)
8.
Saksi yang dapat mengundurkan diri sebagai saksi
Pasal 146 HIR/174 R.Bg
9.
Saksi Harus Mengangkat sumpah sebelum memberikan Keterangannya.
Pasal147 HIR / l75 R.Bg,
10. Tata
cara pihak mengajukan pertanyaan kepada saksi.
Pasal 150 IDR/178R.Bg
11. Atas
kemauan sendiri hakim dapat mengajukan pertanyaan kepada saksi yang menurut
pertimbangan berguna untuk mendapatkan kebenaran.
Pasal 178 ayat 4 R.Bg, Ketentuan
pasal 586 dan 587 tentang saksi dalam KUHPerdata berlaku juga dalam hal ini.
Pasal 151 HIR, Peraturan pada pasal
284 dan 285 tentang saksi dalam perkara pidana berlaku juga.
12. Ketentuan-ketentuan
tentang saksi dalam KUHPerdata Perkara Pidana.
Pasal178 IDR/4 R.Bg, Ketentuan
Pasa1586 dan 587 tentang saksi dalam KUHPerdata berlaku juga dalam ha1 ini.
Pasal 151 HIR, Peraturan pada Pasa1
284 dan 285 tentang saksi dalam perkara pidana, berlaku juga.
13. Keterangan
saksi ditulis dalam berita acara.
Pasal 145 HIR / 172 R.Bg,
L. Pemerikasaan Di Tempat Objek Sengketa.
Pasal 153 HIR/180 R.Bg
1)
Jika dianggap dan berguna, maka Ketua dapat mengangkat seorang atau dua orang komisaris daripada pengadilan itu, yang dengan bantuan Panitera akan memeriksa sesuatu keadaan
setempat, sehingga dapat menjadi keterangan kepada Hakim.
2)
Tentang pekerjaan dan hasilnya dibuat oleh Panitera surat berita acara atau relaas yang ditandatangani oleh komisaris dan Panitera
itu.
3)
(R.Bg.) Jika tempat yang akan diperiksa itu
terletak di luar daerah hukum tempat kedudukan pengadilan itu, maka Ketua dapat
minta kepada pemerintah setempet supaya melakukan atau menyuruh melakukan
pemeriksaan itu dan mengirimkan dengan
selekas-lekasnya berita acara pemeriksaan itu.
M. Keterangan Saksi Ahli
Pasal 154 / 181 R.Bg
1)
Jika menurut pertimbangan pengadilan, bahwa perkara itu dapat
menjadi lebih terang, kalau diadakan pemeriksaan seorang ahli, maka dapat ia
mengangkat seorang ahli, baik atas permintaan kedua belah pihak, maupun karena
jabatannya.
2)
Dalam hal yang demikian maka ditentukan hari sidang bagi pemeriksaan
seorang ahli itu baik dengan tertulis maupun dengan lisan, 'dan menguatkan
keterangannya dengan sumpah.
3)
(R.Bg.): Jika seorang ahli tinggal atau berdiam di luar daerah
hukum kedudukan pengadilan, maka atas permintaan Ketua Pengadilan, keterangan itu
diberikan di tempat seorang ahli itu tinggal atau berdiam selanjutnya seorang
ahli itu disumpah oleh pemerintah
ditempatnya juga. Berita acara itu dibacakan di dalam persidangan.
4)
(R.Bg.)/4
(HIR.): tidak dapat diangkat seorang ahli, orang yang tidak dapat didengar
sebagai teks.
5)
(R.Bg.)/4
(HIR.): Pengadilan Negeri tidak diwajibkan untuk menurut pendapat seorang ahli,
jika pendapat itu berlawanan keyakinannya.
N. Nilai Kesaksian
Pasal 172 HIR/309 R.Bg, Dalam hal menimbang
harga kesaksian itu hakim harus memerhatikan benar-benar kecocokan satu saksi
dengan yang lainnya; persesuaian kesaksian dengan keterangan yang diketahui
dari tempat perkara yang diselisihkan; segala sebab yang boleh jadi ada pada
saksi untuk mengemukakan perkara dengan cara begini atau begitu: perikehidupan,
adat dan martabat saksi, dan pada umumnya semua hal yang dapat menyebabkan
saksi itu dapat dipercaya atau kurang dipercayai.
O. Alat Bukti Persangkaan
Pasal 173 HIR / 310 R.Bg, Sangka saja yang tidak beralasan pada suatu ketentuan undang-undang yang
nyata, hanya boleh diperhatikan oleh hakim waktu menjatuhkan keputusannya jika
sangka itu penting, seksama tertentu dan bersesuaian.
P. Alat Bukti Pengakuan
1.
Pengakuan Bulat
Pasal 174 HIR / 311 R.Bg
Penakuan
ana diucapkan di hadapan hakim, adalah: memberikan bukti yang sempurna
memberatkan orang yang mengucapkannya, baik sendiri maupun dengan bantuan orang
lain, yang khusus dikuasakan akan itu.
2.
Pengakuan Di Luar Sidang
Pasal
312 HIR / 175 R.Bg
Tiap-tiap
pengakuan harus diterirna segenapnya, dan hakim tidak bebas untuk menerima
sebagiannya saja dan menolak sebagian lain, sehingga merugikan orang yang
mengakui itu; yang demikian itu hanya bolehdilakukan, kalau orang yang
berutang, deng,m maksud akan melepaskan dirinya menyebutkan sesama pengakuan
itu beberapa perbuatan yang tidak benar.
Q. Alat Bukti Sumpah
- Sumpah
Pasal 177 HIR / 314 R.Bg
Orang
yang di dalam suatu perkara telah mengangkat sumpah, yang dibebankan, atau
ditolak kepadanya oleh lawannya, atau dibebankan kepadanya oleh hakim, orang itu
tidak dapat diminta bukti lain akan meneguhkan apa yang dibenarkannya dengan
sumpah.
- Sumpah Supletoir
Pasal 155 HIR / 182 R.Bg
1)
Jika kebenaran gugatan atau jawaban atas tidak cukup terang, tetepi
ada juga sedikit keterangan, dan sama sekali tidak ada Jalan untuk dapat
menguatkannya dengan alat bukti lain, maka karena Jabatannya pengadilan dapat
menyuruh salah satu pihak bersumpah di hadapan hakim, baik untuk mencapai
putusan dalam perkara itu bergantung kepada sumpah itu, maupun untuk menentukan
dengan sumpah itu jumlah uang yang akan di kabulkan.
2)
Dalam hal yang kemudian itu harus pengadilan menetukan jumlah uang,
yang sehingga itulah boleh dipercaya Penggugat karena sumpahnya.
- Sumpah Decissoir
Pasal 156 HIR / 183 R.Bg
1)
Walaupun tidak ada suatu keterangan untuk menguatkan gugatan atau
jawaban atas gugatan itu, maka salah satu pihak dapat meminta, supaya pihak
yang lain bersumpah, di hadapan hakim untuk mencapai putusan dalam perkara itu bergantung kepada sumpah itu asal perbuatan
yang dilakukan oleh pihak itu sendiri, yang kepada sumpahnya itu akan
bergantung putusan itu.
2)
Kalau perbuatan itu suatu perbuatan yang dilakukan oleh kedua belah
pihak, pihak yang tidak mau disuruh mengangkat sumpah dapat menolak sumpah itu
kepada lawannya.
3)
Barang siapa disuruh
bersumpah, tetapi tidak mau bersumpah sendiri atau menolak sumpah itu
kepada lawannya, ataupun barangsiap menyuruh bersumpah tetapi sumpah itu
dipulangkan kepadanya, dan tidak mau bersumpah maka ia harus dikalahkan.
4)
Sumpah itu tidak dapat diminta ditolak atau diterima oleh orang
lain, hanya oleh pihak itu sendiri atau oleh seorang wakilnya yang secara
khusus dikuasakan untuk itu.
- Sumpah yang Dilakukan oleh Kuasa Hukum
Pasal 157 HIR / 184 R.Bg
Sumpah yang diperintahkan oleh
hakim, atau yang diminta supaya diangkat oleh salah satu pihak atau ditolak
oleh satu pihak kepada pihak lain, harus dilakukan sendiri,
kecuali kalau karena sebab yang penting pengadilan memberi izin kepada salah
satu pihak, akan menyuruh bersumpah seorang wakilnya, yang secara khusus
dikuasakan untuk mengangkat sumpah itu, kuasa itu hanya boleh diberikan dengan
suatu akta, sebagai tersebut dalam ayat ketiga Pasal 147 R.Bg. yang dengan
saksama dan cukup menyebutkan sumpah yang akan diangkat itu.
- Tata Cara Mengangkat Sumpah
Pasal
312 HIR / l75 R.Bg
1)
Pengangkatan
sumpah selalu dilakukan dalam persidangan pengadilan; R.Bg. kecuali jika ada
suatu halangan yang sah menyangkal perbuatan itu, atau jika hakim memerintahkan
supaya sumpah itu akan diangkat dalam masjid, kelenteng atau tempat yang
dipandang keramat.
Dalam
hal itu Ketua Pengadilan dapat memberi kuasa kepada salah seorang anggota
pengadilan, supaya ia dengan banwan Panitera, yang harus membuat berita acara
tentang hal itu, mengambil sumpah dari pihak yang berhalangan itu di rumahnya
atau di tempat yang ditunjukkan oleh hakim.
2)
(R.Bg.) Jika sumpah harus diangkat di luar daerah hukum pengadilan,
maka Ketua meminta kepada pemerintah setempat dalam daerah hukumnya terletak
tempat mengangkat sumpah itu, akan mengambil sumpah itu dan akan mengirimkan
berita acara yang dibuat tentang hal itu dengan segera 2. HIR /3 R.Bg. Sumpah
tidak boleh diangkat, melainkan dihadapan pihak yang lain, atau sesudah pihak
itu dipanggil dengan patut.
- Penundaan Sidang
Pasal 159 HIR/186 R.Bg
1)
Apabila suatu perkara tidak dapat diselesaikan pada hari
sidang pertama, yang telah ditetapkan untuk pemeriksaan, maka pemeriksaan
perkara itu diundurkan sampai kepada hari sidang lain yang sedapat-dapatnya
tidak begitu lama dan demikian juga seterusnya.
2)
Pengunduran itu diterangkan dalam persidangan di hadapan kedua
belah pihak, yang bagi mereka keterangan itu disamakan dengan panggilan.
3)
Jika salah satu pihak hadir pada hari sidang pertama, ada yang
tidak hadir pada persidangan kedua pada saat diperintahkan pengunduran yang
baru, maka Ketua Pengadilan menyeluruh memberitahukan kepada pihak itu hari
sidang yang akan dilanjutkan.
4)
Pengunduran sidang tidak boleh diberikan atas permintaan mereka
yang berperkara; lagi pula tidak boleh diperintahkan oleh pengadilan karena
jabatannya, kalau tidak sangat perlu.
7.
Pembayaran Biaya Perkara Salah Satu Pihak Lebih Dahulu
Pasal 160 HIR /187 R.Bg
1)
Jika persidangan ada suatu perbuatan
yang harus dilakukan yang ongkosnya
menurut pasal 193 R.Bg./182 HIR.
dapat ditangguhkan kepada orang yang dikalahkan, maka ketua dapat memerintahkan supaya
salah satu pihak lebih dahulu membayar ongkos itu di kantor Panitera dengan
tidak mengurangi hak pihak yang lain akan membayar dahulu ongkos
itu dengan kemauannya sendiri.
2)
Jika kedua belah pihak tidak mau membayar ongkos lebih dahulu dan
Ketua sia-sia saja meminta hal itu, maka perbuatan yang diperintahkan itu,
kecuali jika diharuskan oleh perundang-undangan tidak dilakukan dan pemeriksaan
perkara diteruskan, ka!au perlu pada persidangan lain yang akan ditetapkan oleh
Ketua, dan yang diberitahukan kepada kedua belah pihak.
-
Contoh seorang penggugat menggugat kepada lawan (tergugat) untuk
melunasi hutangnya; kemudian tergugat menyatakan bahwa hutangnya sudah lunas;
lalu penggugat menunjukkan pembukuan debit-kredit terhadap tergugat dimana ada
pengeluaran pinjaman. Dalam hal ini hakim dapat menerima pembukuan itu sebagai
bukti yang menguntungkan penggugat.
-
Alat bukti pembukuan ini dalam bidang keperdataan dan hukum dagang.
R. Pengetahuan Hakim
Pasal 178 ayat (1) HIR mewajibkan
hakim karena jabatannya waktu bermusyawarah mencukupkan segala alasan hukum,
yang tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak.
Hakim sebagai organ pengadilan
dianggap pengetahuan hukum. Pencari keadilan datang kepadanya untuk memohon
keadilan. Andaikata ia tidak menemukan hukum tertulis, ia wajib menggali hukum
tidak tertulis untuk memutus berdasarkan hukum sebagai orang yang bijaksana dan
bertanggungjawab penuh kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, Masyarakat,
Bangsa dan Negara ( pasal 14 UU No. 14/1970 dan penjelasannya)
Pengetahuan Hakim di bidang hukum
dan kedilan itu;ah yang dicari para pencari keadilan. Selain hal tersebut,
pengetahuan hakim mengenai fakta dan peristiwa dalam kasus yang dihadapinya
merupakan dasar untuk menjatuhkan putusan dengan menerapkan hukum yang ia
ketahui.
Pengetahuan hakim yang diperoleh
dalam persidangan, yakni apa yang dilihat, didengar dan disaksikan oleh hakim
dalam persidangan merupakan bukti bagi peristiwa yang disengketakan. Misalnya:
sikap, perilaku, emosional dan tindakan para pihak serta pernyataannya di dalam
sidang akan menjadi bukti bagi Hakim dalam memutus perkara. Tetapi pengetahuan
hakim mengenai para pihak yang diperoleh di luar persidangan tidak dapat
djadikan bukti dalam memutus perkara.
[1].
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama,
(jakarta, kencana, 2006)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pengunjung yang baik selalu meninggalkan jejak. Kami tunggu kritik saran dan komentar anda!!!