Minggu, 12 November 2017

HADIS HADITS TENTANG SAKSI

  1. Hadits diriwatkan dari Zaid bin Kholid  yang di tahrij oleh imam muslim;  yang artinya Nabi bersabda : “ maukah kalian aku beri tahu sebaik-baiknya persaksian ? yaitu orang-orang yang datang memberi saksi sebelum diminta persaksiannya.
Penjelasan hadits
Dikatakan orang yang baik dalam persaksiannya adalah orang yang member kesaksian sebelum diminta, karena orang tersebut dirasa sangat siap untuk melakukan persaksian.  Sekian banyak kita lihat bahwa orang-orang yang menjadi saksi biasanya mereka canggung untuk menyampaikan apa yang benar-benar terjadi. Kecanggungan itu bisa muncul karena belum siap menjadi sksi atau mendadak dipanggil menjadi saksi sehingga kesiapan dalam bersaksi sangat kurang dan memungkinkan apa yang disampaikan sangat kurang tidak sesuai dengan harapan.
Dalam hadits ini akan sangat berbeda sekali dengan hadits selanjutnya. Walaupun memang sama redaksinya , yakni orang-orang yang menjadi saksi sebelum diminta menjadi saksi. Namun hadits ini konotasi pemaknaannya adalah berkonotasi positif, yakni walaupun menjadi saksi secara tidak diminta, tetapi tetap memberikan kesaksian yang benar.
  1. Hadits diriwayatkan oleh Imran bin Khusoin yang di tahrij oleh muttafaq alaih atau imam Bukhari dan Imam Muslim yang artinya : “ sebaik-baiknya orang diantara kamu ialah (hidup) seabad denganku, lalu orang setelah mereka, kemudian orang-orang setelah mereka; setelah itu datanglah suatu bangsa yang member persaksian padahal mereka tidak diminta menjadi saksi, mereka berkhianat padahal mereka tidak diberi amanat, mereka bernazar dan tidak memenuhinya, dan tubuh mereka tampak gemuk.”
Penjelasan Hadits
Dalam kutipan hadits di atas menjelaskan tentang tingkatan derajat seseorang yang ditandai dan di dasari dengan keberadaan Rasulullah. Artinya orang yang semakin jauh dari masa rasulullah diutus maka semakin jauh dan semakin rendah juga kualitas keimanannya sehingga jelas bahwa manusia masa dahulu ketika rasulullah diutus dengan masa sekarang sangat berbeda.
Berdasarkan tema besar hadits tersebut yang menjelaskan tentang kesaksian, tidak jauh beda dengan hadits sebelumnya, yaitu tentang orang-orang yang memberikan kesaksiannya sebelum diminta menjadi saksi. Dalam dua hadits dengan redaksi yang sma, penulis menganalisis hadits tersebut adalah hadits yang berbeda dengan hadits yang sebelumnya. Kenapa demikian? Dalam hadits yang kedua ini, tidak jelas apakah konotasi yang disampaikan oleh Rasulullah. Apakah itu positif atau negative. Ketika diamati, maka akan terlihat bahwa hadits tersebut adalah berkonotasi negative. Ini bisa terbukti karena hadits tersebut menceritakan tentang tingkatan derajat manusia mulai dari masa Rasulullah sampai masa yang terakhir. Sedangkan kata-kata “orang yang memberikan kesaksian sebelum diminta menjadi saksi” telah digandengkan dengan kata selanjutnya yaitu “ mereka berkhianat padahal mereka tidak diberi amanat, mereka bernazar dan tidak memenuhinya,…………………”
Konotasai negatifnya bahwa orang yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah orang yang memberikan kesaksiannya meskipun tidak diminta menjadi saksi dan kesaksiannya merupakan kesaksian bohong sehingga golongan orang tersebut disejajarkan pada masa orang yang berkhianatdan tidak memenuhi nazarnya.
  1. Hadits riwayat Abdillah bin Amr yang ditahrij oleh Imam Ahmad dan Imam Abu Dawud yang artnya; “ Tidak sah persaksian seorang laki-laki dan perempuan penghianat, persaksian orang yang menyimpan rasa dengki terhadap saudaranya, dan tidak sah pula kesaksian pembantu pada majikannya.
Penjelasan Hadits
Hadits yang ke tiga ini menjelaskan beberapa syarat saksi. Meskipun tidak secara jelas diterangkan namun beberapa unsur didalamnya sudah bisa dijadikan sebagai syarat saksi yang maqbul atau bisa diterima.
Dijelaskan bahwa kesaksian yang tidak bisa diterima adalah:
  1. Kesaksian orang yang berhianat, baik laki – laki atau perempuan. Kenap demikian? Orang yang berhianat kesaksiannya tidak bisa diterima karena sebagian besar kesaksiannya dianggap tidak benar meskipun pada waktu itu kesaksiannya memang benar. Tidak diterimanya kesaksian tersebut berdasarkan kaidah umumiyah, apa yang dilakukan oleh seseorang adalah cerminan untuk perbuatna yang akan dilakukannya kemudian.
Bisa diambil kesimpulan mafhum mukhalafahnya adalah bahwa syarat orang yang menjadi saksi adalah orang yang adail.
  1. Kesaksian orang yang menyimpan rasa dengki terhadap saudaranya.
Orang yang mempunyai rasa dengki terhadap saudaranya, baik saudara kandung atau saudara seiman secara umum tidak bisa diterima. Hal ini berdasarkan pengalaman bahwa seseorang yang mempunya rasa dengki akan berpeluang untuk meneutupi sebagian atau seluruh kesaksiannya bahkan akan mengada-ada kesaksian tersebut. Orang yang dengki pasti tidak akan suka apabila orang yang dia dengki akan merasa senang atau bahagia. Maka mereka akan menghalalkan segala cara agar orang yang dia dengki tidak merasa aman. Hal inilah yang dijadikan dasar kesaksiannya tidk bisa diterima, karena besar kemungkinan kesaksiannya adalah tidak bebar.
  1. Kesaksian pembantu terhadap majikannya.
Pada zaman dulu memang kita akui bahwa antara majikan dengan orang yang bekerja sebagai pembntunya, lebih-lebih sebagai budaknya akan menjadikan skat atau pembeda antara keduanya dalam segala hal terutama dalam hal persaksian.
Berbeda dengan sekarang, selama orang tersebut menyaksikan baik melihat, mendengat atau yang lainnya sekirannya memang dia benar-benar mengetaui, maka dia bisa menjadi saksi walaupun orang tersebut berbeda status.
Kesimpulannya;
Sebenarnya dalam islam telah ditetapkan hal-hal yang menjadi syarat seorang menjadi saksi, namun pada zaman sekarang kalaupun akan dipraktikkan akan sulit sekali bila benar-benar mencari saksi dengan criteria yang disyaratkan oleh islam, seperti adil dan sebagainnya. Namun keberadaan saksi pada zaman sekarang bukanlah hal yang bisa memutuskan suatu perkara dengan finis. Tetapi keberadaan saksi trsebut hanyalah sebagai bahan pertimbangan hakimmemutuskan sebuah perkara.
  1. Hadits diriwayatkan oleh abu Hurairah yag ditahrij oleh Imam Abu Dawud dan Ibnu Majah yang artinya; “ tidak sah persaksian Arab Badui (arab Dusun) terhadap orang kota”.
Penjelasan hadits
Dilihat dari subtansi hadits tersebut tidak jauh berbeda dengan hadits sebelumnya, yaitu tentang kesaksian seorang pembantu.
Dalam hadits tersebut juga menggambarkan adanya perbedaan hak dalam bersaksi antara berepa orang yang berbeda status. Memang pada zaman dahulu yang namnya orang badui akan berbeda dengan orang kota. Kita lihat saja pada masa sekarang, seumpama ada seorang intelek ahli dalam segala bidang yang didakwa oleh orang lain, namun yang menjadi saksi adalah orang awam maka benar sekali kalau kesaksian tersebut tidak aka nada gunanya. Misalnya saja kesaksian dalah bidang computer yang sangat rumit dengan menggunakan data-data yang detail, orang awam tidak akan mungkin bisa menjadi saksi begitu saja, maka saksi yang harus diajukan adalah saksi yang juga benar-benar mengetahui masalah computer juga.
Hal ini menandakan hadits tersebut bukan berarti mendiskriminasikan orng badui atau orang awam, namun memang Nabi tidak menjelaskan alasan detailnya.
Pada zaman sekarang juga seperti itu, tetapi kesaksian orang bagaimanapun akan diterima bukan sebagai hasil final, namun hanya sebagai bahan pertimbangan saja.
  1. Hadits ke lima, dari Umar bin Khottob belia berkhutbah yang artinya ;” sesungguhnya orang pada zaman rasulullah diputuskan hukumannya melalui wahyu, dan wahyu itu telah terputus, maka kami sekarang memutuskan hukuman padamu berdasarkan perbuatanmu yang tampak pada kami.” Riwayat bukhri.
Penjelasan hadits
Hadits tersebut menjelaskan bahwa keputusan dari seseorang yang berperkara pada zaman rasul adalah dengan turunnya wahyu lepada Beliau. Namun ketika pada zaman setelah beliau wafat wahyu tidak turun lagi, maka keputusan dalam sebuah perkara dilihat dari apa yang dilakukan seseorang. Artinya keputusan perkara baik pengadilan atau perkara biasa maka kesaksian dalam perkara tersebut sangat dibutuhkan. Itu artinya apa yang kita lihat adalah merupakan hukum bagi yang kita lihat tersebut. Terlepas apakah nanti yang diputuskan salah atau tidak yang penting ada dasar dan ijtihad dalam memutuskan perkara tersebut.
“nahnu nahkumu bidzawahir wallahu yahkumu bisarair”
“ijtihad hakim apabila benar akan mendapat 2 pahala, apabila salah maka mendapat 1 pahala”
  1. Dari abi bakrah ditahrij oleh muttafaq alaih ( bukhari dan muslim) yang artinya; “ Nabi menggolongkan persaksian palsu diantara dosa dosa yang paling besar”
Penjelasan hadits
Banyak hadits yang telah ditahrij tentang kesaksian palsu antara lain
–          Diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Abi Bakrah radhiallahu ‘anhu, dari ayahnya, ia berkata, “Kami sedang berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu beliau bersabda, “Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang tiga dosa besar yang terbesar? (tiga kali), yaitu menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua.” (ketika itu beliau bersandar, kemudian beliau duduk dan berkata), “Ketahuilah, dan perkataan dusta.” Ia berkata, “Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masih terus mengulang-ulangnya sehingga kami berkata, “Mudah-mudahan beliau diam.”( Hadits riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 5/261.)
–          Anas r.a. berkata: Ketika Nabi saw. ditanya tentang dosa-dosa besar, maka jawabnya:  Syirik mempersekutukan Allah, dan durhaka terhadap kedua ayah bunda, membunuh jiwa (manusia), dan saksi palsu.  (Bukhari, Muslim).
Berulang-ulangnya peringatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang kesaksian palsu tersebut karena banyak orang yang meremehkannya. Di samping banyak faktor yang mengakibatkan kesaksian palsu, misalnya karena permusuhan, dengki dan sebagainya. Juga karena kesaksian palsu mengakibatkan berbagai bentuk kerusakan di muka bumi. Selain berdampak pada satu orang saja biasanya kalau perkara tersebut berhubungan dengan khalayak umum maka yang menanggung akibatnya adalah khalayak umum selai dia sendiri juga akan mendapat dosa yang besar.
Berapa banyak orang yang kehilangan hak-haknya karena kesaksian palsu, berapa banyak pula penganiayaan menimpa orang-orang yang tak berdosa disebabkan kesaksian palsu atau seseorang mendapatkan sesuatu yang bukan haknya atau dinisbatkan kepada nasab yang bukan nasabnya. Semua itu disebabkan oleh kesaksian palsu.
Oleh karena itu sangat pantas apabila sumpah atau kesaksian palsu dimasukkan dalam kategori dosa besar. Selain itu seharusnya pemerintah membuat undang-undang tentang sanksi bagi pelaku sumpah atau kesaksian palsu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengunjung yang baik selalu meninggalkan jejak. Kami tunggu kritik saran dan komentar anda!!!

contoh SURAT GUGATAN PERCERAIAN

SURAT GUGATAN PERCERAIAN Kepada Yth: Bapak/Ibu Ketua Pengadilan Negeri/Agama [...................] Di Tempat Dengan hormat ...