SISTEM BAGI HASIL DALAM USAHA YANG DIJALANKAN
OLEH LABORATORIM HUKUM BISNIS SYARIAH
A. Pengertian Al Mudharabah
Syarikat Mudhaarabah memiliki dua istilah yaitu Al Mudharabah dan Al
Qiradh sesuai dengan penggunaannya di kalangan kaum muslimin. Penduduk
Irak menggunakan istilah Al Mudharabah untuk mengungkapkan transaksi
syarikat ini. Disebut sebagai mudharabah karena diambil dari kata dharb
di muka bumi yang artinya melakukan perjalanan yang umumnya untuk
berniaga dan berperang, Allah berfirman:
عَلِمَ أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ مَرْضَى وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي
الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ
“Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan
orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah;
dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka
bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’an.” (Qs. Al Muzammil: 20)
Ada juga yang mengatakan diambil dari kata: dharb (mengambil) keuntungan dengan saham yang dimiliki.
Dalam istilah bahasa Hijaaz disebut juga sebagai qiraadh, karena diambil
dari kata muqaaradhah yang arinya penyamaan dan penyeimbangan. Seperti
yang dikatakan
تَقَارَضَ الشَاعِرَانِ
“Dua orang penyair melakukan muqaaradhah,” yakni saling membandingkan
syair-syair mereka. Disini perbandingan antara usaha pengelola modal dan
modal yang dimiliki pihak pemodal, sehingga keduanya seimbang. Ada juga
yang menyatakan bahwa kata itu diambil dari qardh yakni memotong. Tikus
itu melakukan qardh terhadap kain, yakni menggigitnya hingga putus.
Dalam kasus ini, pemilik modal memotong sebagian hartanya untuk
diserahkan kepada pengelola modal, dan dia juga akan memotong keuntungan
usahanya.
Sedangkan dalam istilah para ulama Syarikat Mudhaarabah memiliki
pengertian: Pihak pemodal (Investor) menyerahkan sejumlah modal kepada
pihak pengelola untuk diperdagangkan. Dan berhak mendapat bagian
tertentu dari keuntungan.[2] Dengan kata lain Al Mudharabah adalah akad
(transaksi) antara dua pihak dimana salah satu pihak menyerahkan harta
kepada yang lain agar diperdagangkan dengan pembagian keuntungan
diantara keduanya sesuai dengan kesepakatan.3 Sehingga Al Mudharabah
adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik
modal (Shahib Al Mal/Investor) mempercayakan sejumlah modal kepada
pengelola (Mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.[4]
Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi 100% modal dari
Shahib Al Mal dan keahlian dari Mudharib.
Sebenarnya ada 2 bentuk lain sebagai variasi syirkah mudharabah.
Pertama, 2 pihak (misalnya A dan B) sama-sama memberikan mengeluarkan
modal sementara pihak ketiga (katakanlah C) memberikan menjalankan kerja
sahaja.
Kedua, pihak pertama (misalnya A) memberikan konstribusi modal dan kerja
sekaligus, sedangkan pihak kedua (misalnya B) hanya memberikan
konstribusi modal tanpa konstribusi kerja.
Kedua-dua bentuk syirkah ini masih tergolong dalam syirkah mudharabah
(An-Nabhani, 1990:152). Dalam syirkah mudharabah, hak melakukan
tasharruf hanyalah menjadi hak pengelola. Pemodal tidak berhak turut
campur dalam tasharruf. Namun demikian, pengelola terikat dengan
syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal. Jika ada keuntungan, ia
dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola, sedangkan
kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudharabah berlaku
wakalah (perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung kerusakan
harta atau kerugian dana yang diwakilkan kepadanya (An-Nabhani, 1990:
152). Namun demikian, pengelola turut menanggung kerugian jika kerugian
itu terjadi kerana melanggar syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.
B. Hukum Al Mudharabah Dalam Islam
Para ulama sepakat bahwa sistem penanaman modal ini dibolehkan. Dasar
hukum dari sistem jual beli ini adalah ijma’ ulama yang membolehkannya.
Seperti dinukilkan Ibnul Mundzir, Ibnu Hazm Ibnu Taimiya dan lainnya.
Ibnu Hazm menyatakan: “Semua bab dalam fiqih selalu memiliki dasar dalam
Al Qur’an dan Sunnah yang kita ketahui -Alhamdulillah- kecuali Al
Qiraadh (Al Mudharabah (pen). Kami tidak mendapati satu dasarpun
untuknya dalam Al Qur’an dan Sunnah. Namun dasarnya adalah ijma’ yang
benar. Yang dapat kami pastikan bahwa hal ini ada dizaman
shallallahu’alaihi wa sallam, beliau ketahui dan setujui dan seandainya
tidak demikian maka tidak boleh.”
C. Hikmah Disyariatkannya Al Mudharabah
Islam mensyariatkan akad kerja sama Mudharabah untuk memudahkan orang,
karena sebagian mereka memiliki harta namun tidak mampu mengelolanya dan
disana ada juga orang yang tidak memiliki harta namun memiliki
kemampuan untuk mengelola dan mengembangkannya. Maka Syariat membolehkan
kerja sama ini agar mereka bisa saling mengambil manfaat diantara
mereka. Shohib Al Mal (investor) memanfaatkan keahlian Mudhorib
(pengelola) dan Mudhorib (pengelola) memanfaatkan harta dan dengan
demikian terwujudlah kerja sama harta dan amal. Allah Ta’ala tidak
mensyariatkan satu akad kecuali untuk mewujudkan kemaslahatan dan
menolak kerusakan.
D. Jenis Al Mudharabah
Para ulama membagi Al Mudharabah menjadi dua jenis:
1. Al Mudharabah Al Muthlaqah (Mudharabah bebas). Pengertiannya
adalah sistem mudharabah dimana pemilik modal (investor/Shohib Al Mal)
menyerahkan modal kepada pengelola tanpa pembatasan jenis usaha, tempat
dan waktu dan dengan siapa pengelola bertransaksi. Jenis ini memberikan
kebebasan kepada Mudhorib (pengelola modal) melakukan apa saja yang
dipandang dapat mewujudkan kemaslahatan.
2. Al Mudharabah Al Muqayyadah (Mudharabah terbatas). Pengertiannya
pemilik modal (investor) menyerahkan modal kepada pengelola dan
menentukan jenis usaha atau tempat atau waktu atau orang yang akan
bertransaksi dengan Mudharib.Jenis kedua ini diperselisihkan para ulama
keabsahan syaratnya, namun yang rajih bahwa pembatasan tersebut berguna
dan tidak sama sekali menyelisihi dalil syar’i, itu hanya sekedar
ijtihad dan dilakukan dengan kesepakatan dan keridhoan kedua belah pihak
sehingga wajib ditunaikan.
Perbedaan antara keduanya terletak pada pembatasan penggunaan modal sesuai permintaan investor.
E. Rukun Al Mudharabah
Al Mudharabah seperti usaha pengelolaan usaha lainnya memiliki tiga rukun:
1. Adanya dua atau lebih pelaku yaitu investor (pemilik modal) dan pengelola (mudharib).
2. Objek transaksi kerja sama yaitu modal, usaha dan keuntungan.
3. Pelafalan perjanjian.
Sedangkan imam Al Syarbini dalam Syarh Al Minhaaj menjelasakan bahwa
rukun Mudharabah ada lima, yaitu Modal, jenis usaha, keuntungan,
pelafalan transaksi dan dua pelaku transaksi.Ini semua ditinjau dari
perinciannya dan semuanya tetap kembali kepada tiga rukun di atas.
1. Rukun pertama: adanya dua atau lebih pelaku.
Kedua pelaku kerja sama ini adalah pemilik modal dan pengelola modal.
Disyaratkan pada rukun pertama ini keduanya memiliki kompetensi
beraktifitas (Jaiz Al Tasharruf) dalam pengertian mereka berdua baligh,
berakal, Rasyid dan tidak dilarang beraktivitas pada hartanya. Sebagian
ulama mensyaratkan bahwa keduanya harus muslim atau pengelola harus
muslim, sebab seorang muslim tidak ditakutkan melakukan perbuatan riba
atau perkara haram. Namun sebagian lainnya tidak mensyaratkan hal
tersebut, sehingga diperbolehkan bekerja sama dengan orang kafir yang
dapat dipercaya dengan syarat harus terbukti adanya pemantauan terhadap
aktivitas pengelolaan modal dari pihak muslim sehingga terlepas dari
praktek riba dan haram.
2. Rukun kedua: objek Transaksi.
Objek transaksi dalam Mudharabah mencakup modal, jenis usaha dan keuntungan.
a. Modal
Dalam sistem Mudharabah ada empat syarat modal yang harus dipenuhi:
1. Modal harus berupa alat tukar/satuan mata uang (Al Naqd) dasarnya
adalah ijma’ atau barang yang ditetapkan nilainya ketika akad menurut
pendapat yang rojih.
2. Modal yang diserahkan harus jelas diketahui.
3. Modal yang diserahkan harus tertentu.
4. Modal diserahkan kepada pihak pengelola modal dan pengelola menerimanya langsung dan dapat beraktivitas dengannya.
Jadi dalam Mudharabah disyaratkan modal yang diserahkan harus diketahui
dan penyerahan jumlah modal kepada Mudharib (pengelola modal) harus
berupa alat tukar seperti emas, perak dan satuan mata uang secara umum.
Tidak diperbolehkan berupa barang kecuali bila ditentukan nilai barang
tersebut dengan nilai mata uang ketika akad transaksi, sehingga nilai
barang tersebut yang menjadi modal Mudharabah. Contohnya seorang
memiliki sebuah mobil toyota kijang lalu diserahkan kepada Mudharib
(pengelola modal), maka ketika akad kerja sama tersebut disepakati wajib
ditentukan harga mobil tersebut dengan mata uang, misalnya Rp 80 juta;
maka modal Mudharabah tersebut adalah Rp 80 juta.
Kejelasan jumlah modal ini menjadi syarat karena menentukan pembagian
keuntungan. Apabila modal tersebut berupa barang dan tidak diketahui
nilainya ketika akad, bisa jadi barang tersebut berubah harga dan
nilainya seiring berjalannya waktu, sehingga memiliki konsekuensi
ketidakjelasan dalam pembagian keuntungan.
b. Jenis Usaha
Jenis usaha di sini disyaratkan beberapa syarat:
1. Jenis usaha tersebut di bidang perniagaan
2. Tidak menyusahkan pengelola modal dengan pembatasan yang
menyulitkannya, seperti ditentukan jenis yang sukar sekali didapatkan,
contohnya harus berdagang permata merah delima atau mutiara yang sangat
jarang sekali adanya.
Asal dari usaha dalam Mudharabah adalah di bidang perniagaan dan bidang
yang terkait dengannya yang tidak dilarang syariat. Pengelola modal
dilarang mengadakan transaksi perdagangan barang-barang haram seperti
daging babi, minuman keras dan sebagainya.
c. Pembatasan Waktu Penanaman Modal
Diperbolehkan membatasi waktu usaha dengan penanaman modal menurut
pendapat madzhab Hambaliyyah. Dengan dasar dikiyaskan (dianalogikan)
dengan sistem sponsorship pada satu sisi, dan dengan berbagai kriteria
lain yang dibolehkan, pada sisi yang lainnya.
d. Keuntungan
Setiap usaha dilakukan untuk mendapatkan keuntungan, demikian juga
Mudharabah. Namun dalam Mudharabah disyaratkan pada keuntungan tersebut
empat syarat:
1. Keuntungan khusus untuk kedua pihak yang bekerja sama yaitu
pemilik modal (investor) dan pengelola modal. Seandainya disyaratkan
sebagian keuntungan untuk pihak ketiga, misalnya dengan menyatakan:
‘Mudharabah dengan pembagian 1/3 keuntungan untukmu, 1/3 untukku dan 1/3
lagi untuk istriku atau orang lain, maka tidak sah kecuali disyaratkan
pihak ketiga ikut mengelola modal tersebut, sehingga menjadi qiraadh
bersama dua orang. Seandainya dikatakan: ’separuh keuntungan untukku dan
separuhnya untukmu, namun separuh dari bagianku untuk istriku’, maka
ini sah karena ini akad janji hadiyah kepada istri.
2. Pembagian keuntungan untuk berdua tidak boleh hanya untuk satu
pihak saja. Seandainya dikatakan: ‘Saya bekerja sama Mudharabah denganmu
dengan keuntungan sepenuhnya untukmu’ maka ini dalam madzhab Syafi’i
tidak sah.
3. Keuntungan harus diketahui secara jelas.
4. Dalam transaksi tersebut ditegaskan prosentase tertentu bagi
pemilik modal (investor) dan pengelola. Sehingga keuntungannya dibagi
dengan persentase bersifat merata seperti setengah, sepertiga atau
seperempat. Apa bila ditentuan nilainya, contohnya dikatakan kita
bekerja sama Mudharabah dengan pembagian keuntungan untukmu satu juta
dan sisanya untukku’ maka akadnya tidak sah. Demikian juga bila tidak
jelas persentase-nya seperti sebagian untukmu dan sebagian lainnya
untukku.
3. Rukun ketiga: Pelafalan Perjanjian (Shighoh Transaksi).
Shighah adalah ungkapan yang berasal dari kedua belah pihak pelaku
transaksi yang menunjukkan keinginan melakukannya. Shighah ini terdiri
dari ijab qabul. Transaksi Mudharabah atau Syarikat dianggap sah dengan
perkataan dan perbuatan yang menunjukkan maksudnya.
F. Sistem Bagi Hasil Dalam Usaha Yang Dijalankan Oleh Laboratorim Hukum Bisnis Syariah
Laboratorim Hukum bisnis adalah laboratorium yang ada di fakultas
syariah yang disediakan untuk kegiatan jurusa hokum bisnis syariah yang
baru tahun kemari didirikan.
Saat ini laboratorium hokum bisnis sudah beroperasi. Setelah menjalani
rapat panjang oleh pihak fakultas dan semua pihak yang terkait, akhirnya
disepakati laboratorium hokum bisnis diisi dengan usaha niaga.
Usaha niaga yang dijalankan oleh laboratorium hokum bisnis syariah
adalah melibatkan orang luar yang tidak ada hubungannya dengan fakultas
yang mana antara fakultas dan orang tersebut terjadi perjanjian syirkah.
Perjanjian syirkah tersebut merupakan perjanjian yang dilakukan oleh fakultas syriah dengan system syirkah mudharabah.
Dikatakan syirkah mudharaba karena dua pihak (fakultas dan pengelolah)
sama-sama memberikan mengeluarkan modal sementara pihak salah satu dari
mereka adalah sebagai pengelolah.
Hal tersebut di atas masih dikatakan dalam koridor mudharabah, walaupun
100% biaya tidak hanya diserahkan oleh pihak pemodal, dalam hal ini
adalah fakultas syariah.
G. Obyek syirkah mudharabah laboratorium hokum bisnis
Adapun obyek syirkah yang dijalankan oleh laboratorium hokum bisnis dengan pengelola sebagai berikut:
a. Modal
Modal berasal dari dua pihak, yaitu pengelola dan fakultas syariah
1. Modal fakultas: etalase, tempat niaga dan listrik
2. Modal pengelola: semua isi atau barang niaga yang dijual beserta penunjang lain seperti kulkas dan fotocopy.
b. Barang yang dijual
Adapun barang yang dijual oleh pengelola sepenuhnya merupakan inisiatif
dari pengelola. Pihak fakultas tidak menentukan barang apa yng akan
diniagakan oleh pengelola, hal ini dikatakan sebagai mudharabah muthlak.
Namun disisi lain juga bias dikatakan mudharabah muqayyad, karena
tempat yang digunakan untuk niaga dan etalase ditentukan fakultas dan
harus dijalankan dalam fakultas.
H. Pembagian Hasil
Pembagian hasil antara kedua belah pihak ini, fakultas dan pengelola
adalah masing masing mendapat 50% (50:50). Namun dalam masa mulai
dibukanya niaga lab. Hokum bisnis syariah, memberikan kebebasan bagi
pengelola (free) belum ada pembagian hasil terlebih dahulu karena hasil
usaha akan dikelolah lagi diputar hingga laba atau hasil usaha yang ada
bias menutupi modal awal. Sehingga ketika modal awal sudah tertutupi
maka hasil usaha yang dijalankan akan dibagi rata atau 50% untuk
fakultas syariah dan 50% untuk pengelola. Dengan demikian tidak ada
pihak yang dirugikan sehingga menjadi usaha yang baik, barokah dan
saling menguntungkan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
contoh SURAT GUGATAN PERCERAIAN
SURAT GUGATAN PERCERAIAN Kepada Yth: Bapak/Ibu Ketua Pengadilan Negeri/Agama [...................] Di Tempat Dengan hormat ...
-
Nama : Mochamad Fuad Hasan NIM : 08210045 Mata Kuliah : Hukum ...
-
Tips Merawat Kulit Agar Halus Kulit merupakan bagian tubuh kita yang bersentuhan langsung dengan segala hal di luar tubuh, seperti misa...
-
Nama : Nur Avik NIM : 08210046 TUGAS PEMBEKALAN PA Duplik perkara perdata No:0340/pdt.G/2011/PA.Mlg. Assalamualai...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pengunjung yang baik selalu meninggalkan jejak. Kami tunggu kritik saran dan komentar anda!!!