Minggu, 12 November 2017

“UU tidak dapat diganggu gugat hubungannya dengan asas lex superior derogat lex inferior dan hak uji materi yang merupakan kewenangan MK”

UU tidak dapat diganggu gugat
hubungannya dengan asas lex superior derogat lex inferior
dan hak uji materi yang merupakan kewenangan MK”
Suatu Undang-Undang diberlakukan berdasarkan sejumlah asas, salah satunya adalah asas Undang-Undang tidak bisa diganggugugat. Pengertian dari asas bahwa Undang-Undang tidak dapat diganggu gugat adalah berkaitan dengan materi muatan undang-undang. Dalam hal ini muatan undang-undang tidak dapat diuji oleh badan peradilan. Hanya pembentuk undang-undang sendiri yang dapat menilai substansi UU. Sehingga perubahan, pencabutan atau pembatalan suatu undang-undang hanya dapat dilakukan dengan UU sendiri.1Asas ini seolah bertentangan dengan praktik ketatanegaraan yang dilaksanakan oleh Mahkamah Konsitusi. Sedangkan Hakim Konstitusi, sebagaimana hakim-hakim yang lain dilarang menolak perkara yang diajukan kepadanya dengan dalih bahwa  hukum  tidak  ada  atau  kurang  jelas.
Dalam Ilmu Hukum dikenal dua macam judicial review, yaitu: pertama, judicial review dalam bidang pengadilan, dan kedua dalam bidang hukum konstitusi. Pembagian nomer dua inilah yang menjadi kewenangan lembaga pengadilan tertinggi untuk membatalkan putusan badan legislatif dan atau eksekutif. Dalam hal ini dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi.2
Sebelum amandemen UUD 1945, Undang-Undang yang telah diberlakukan, secara normatif memang tidak bisa diganggugugat dan wajib dilaksanakan oleh semua golongan, baik penyelenggara kekuasaan negara maupun rakyat. Hal ini merupakan asas yang melekat pada setiap undang-undang yang ada. Undang-Undang akan tetap berlaku meskipun substansinya bertentangan dengan undang-undang dasar dan tidak ada suatu pengadilan tertinggi yang berhak menyatakan tidak sah dan tidak berlaku. Jika terdapat persoalan pada substansi Undang-Undang, hanya lembaga pembuat undang-undang yang memiliki wewenang untuk melakukan uji materi. Dan dalam konteks tata negara Indonesia DPR-lah yang memiliki wewenang untuk melakukan uji materi. Akan tetapi, legislative review dipandang kurang efektif karena sangat tergantung pada kehendak lembaga legislatif untuk mengkaji kembali substansi dari suatu Undang-Undang.
Pembentukan suatu lembaga yang secara khusus berwenang melakukan uji materi terhadap Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar menjadi salah satu tema pembahasan dalam amandemen ketiga Undang-Undang Dasar 1945. Gagasan ini muncul atas desakan agar tradisi pengujian peraturan perundang-undangan perlu ditingkatkan tidak hanya terbatas pada peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang. Dan kewenangan itu diberikan kepada sebuah mahkamah tersendiri di luar Mahkamah Agung. Gagasan ini juga muncul sebagai respon atas sejumlah aturan perundang-undangan, termasuk produk Undang-Undang yang secara substansi bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi bahkan Undang-Undang Dasar, namun tidak ada lembaga atau mekanisme pengujian yang efektif melalui lembaga yudisial (judicial review). Fenomena ini mengarah  pada  pengingkaran  terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Sebagai hasil pembahasan yang mendalam, cermat, dan demokratis dari tema di atas, terbentuklah Mahkamah Konstitusi sebagai dampak disahkannya pasal 24 ayat (2) dan pasal 24 C Undang-Undang Dasar 1945. 
Keberadaan pasal 24 ayat 2 dan pasal 24C UUD 1945 berhubungan dengan asas Lex superior derogat lex inferior. Asas lex superior derogat lex inferior (yang lebih tinggi mengesampingkan yang rendah), digunakan apabila terjadi pertentangan, dalam hal ini yang diperhatikan adalah herarki peraturan perundang-undangan, misalnya ketika terjadi pertentangan antara Peraturan Pemerintah (PP) dengan Undang-undang, maka yang digunakan adalah Undang-undang karena undang-undang lebih tinggi derajatnya. Pertentangan juga pernah terjadi antara UU dengan Undang-Undang. Fungsi dan tugas MK sebagai lembaga yang berwenang menguji materi UU, sehingga tidak akan ada lagi UU yang bertentangan dengan UUD 1945, yang mana ketika ada pertentangan antara peraturan – peraturan perundang-undangan sering kali membuahkan multi tafsir dan konflik yang masing-masing bertentesi pada dasar yang berbeda dengan kasus yang sama.
Sebagai sebuah kesimpulan, Asas Undang-Undang tidak bisa diganggugugat tetap berlaku selama Undang-Undang tersebut tidak bertentangan dengan UUD sebagai hukum tertinggi dalam suatu negara. Jika terdapat pertentangan antara substansi Undang-Undang dengan substansi Undang-Undang Dasar diperlukan adanya uji materi oleh lembaga yang diberikan kuasa terhadap persoalan tersebut, baik legislatif sebagai pembuat Undang-Undang atau lembaga yudikatif sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman. Atau dengan kata lain, suatu Undang-Undang dapat di review jika bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi dan keadilan sosial.
Fungsi pengujian  undang-undang  itu  tidak  dapat  lagi  dihindari penerapannya dalam ketatanegaraan Indonesia sebab UUD 1945 menegaskan bahwa anutan sistem bukan lagi supremasi parlemen melainkan supremasi konstitusi. Kemunculan MK sebagai lembaga tinggi negara yang khusus melakukan judicial review terhadap Undang-Undang tidak bertentangan dengan sistem ketatanegaraan yang dianut oleh Indonesia. Indikator pelanggaran sistem ketatanegaraan berada dalam UUD sebagai konstitusi suatu negara. Melalui pasal 24C UUD 1945 Mahkamah Konstitusi mendapatkan sandaran yang kuat.3 Hal ini menunjukkan adanya dukungan konstitusi terhadap keberadaan serta tugas dan wewenang MK.
1 Rangga Widjaja. Pengantar Ilmu Perundang-undangan. (Bandung: CV. Mandar Maju,1998)
2 Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern, (Bandung:PT. Refika Aditama, 2009).82-83.
3 UUD Pasal 24C ayat (1),“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang Dasar, memutuskan sengketa kewenangannya lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutuskan pembubaranb partai politik, dan memutusakan perselisihan tentang hasil pemilihan umum”. (diambil dari buku Teori Negara Hukum Modern oleh Munir Fuady)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengunjung yang baik selalu meninggalkan jejak. Kami tunggu kritik saran dan komentar anda!!!

contoh SURAT GUGATAN PERCERAIAN

SURAT GUGATAN PERCERAIAN Kepada Yth: Bapak/Ibu Ketua Pengadilan Negeri/Agama [...................] Di Tempat Dengan hormat ...